REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aparat hingga kini masih mengejar kelompok bersenjata yang menewaskan sedikitnya 19 pekerja proyek jembatan Trans Papua. Satuan gabungan polisi dan TNI diterjunkan untuk menumpas gerakan bersenjata di Kabupaten Nduga, Papua.
Kapendam Cenderawasih XVII, Kolonel Inf Muhammad Aidi menduga kelompok Egianus Kogoya sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pembantaian ini. Kelompok ini juga ditengarai sebagai dalang penganiyaan guru di sana.
"Iya betul (dalangnya Egianus Kagoya), kita identifikasi itu. Dia yang melakukan penganiayaan terhadap guru dan tenaga kerja yang ada di Mapenduma. Nah Mapenduma dan ini tetangga kampung," jelas Aidi di Jakarta, kemarin.
Ihwal penyebutan kelompok bersenjata di Papua, ada dua istilah yang biasa digunakan. Istilah pertama yakni Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB). Penggunaan istilah ini kerap dipakai oleh pemerintah untuk menggambarkan pelaku aksi kriminal yang terjadi di Papua. Menko Polhukam Wiranto pernah mengatakan, mereka disebut kriminal karena mengancam dan memalak rakyat.
Dalam konteks itu, aparat kepolisian bertindak untuk mengamankan para pelaku. Namun mereka juga melakukan kegiatan separatisme. Sehingga TNI bisa bertindak untuk mengamankan para tersangka. Sebelum KKSB ada penyebutan lain yakni Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), tapi istilah itu seolah menegasikan adanya gerakan seperatisme di Papua.
Anggota TNI dibantu warga mempersiapkan peti jenazah untuk korban penembakan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Wamena, Papua, Selasa (4/12/2018).
Selain KKSB, istilah lain yang dipakai yakni Organisasi Papua Merdeka (OPM). Istilah ini cenderung jarang digunakan karena secara politis seolah mengakui keberadaan kelompok tersebut. Ini akan meningkatkan daya tawar gerakan itu di dunia internasional.
Baca juga, Pembunuhan 31 Pekerja di Papua Dilakukan OPM.
OPM sudah jelas mengandung sifat makar atau mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Artinya, TNI perlu terjun langsung untuk memberantas gerakan pemberontak bersenjata ini. Sesuai UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 disebutkan tugas pokok TNI selain perang yakni mengatasi pemberontakan bersenjata. Dalam Pasal 6 disebutkan, TNI sebagai alat pertahanan negara berfungsi sebagai "Penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam degeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa."
Terkait kasus di Nduga, Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard memilih menggunakan kata pemberontak daripada kelompok kriminal. "Mereka itu bukan kelompok kriminal, tapi pemberontak. Kenapa saya bilang pemberontak? Ya kan mau memisahkan diri, Papua dari Indonesia," ungkap Ryamizard di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (4/12).