Senin 03 Dec 2018 19:46 WIB

Kisah Reuni 212: Dari Difabel Hingga Dokter Gratis

Reuni ini merupakan momentum kebersamaan umat Islam.

 Edy pemulung dari Lampung Utara saat acara reuni 212.
Foto: Republika/Haura Hafizhah
Edy pemulung dari Lampung Utara saat acara reuni 212.

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Ali Yusuf, Sapto Andika Candra

JAKARTA -- Reuni 212 yang digelar di Lapangan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Ahad (2/12) kemarin menyisakan banyak kisah. Para peserta membawa semangat masing-masing menghadiri helatan tersebut.

Di lokasi aksi, misalnya, Republika menemui sebanyak 15 orang difabel dari Yayasan Federasi Keluarga Cacat Tubuh Indonesia (FKCTI) dari sekitaran Jakarta dan Bekasi. Salah satu peserta dari FKCTI, Zaenal, mengatakan, mereka datang ke pusat aksi Reuni 212 menggunakan transportasi berbasis daring dengan lebih dulu berkumpul di Pasar Rumput, Manggarai.

"Saya bersama 14 teman datang menggunakan Grab, kami janjian ketemu di daerah Manggarai dan selanjutnya bersama-sama berangkat ke sini (Monas)," kata Zaenal saat ditemui di depan shelter busway Gambir II, Ahad (2/12).

Zaenal bersyukur, selama perjalanan tidak ada hambatan sama sekali. Bahkan, ketika datang, ia langsung disambut hangat peserta Reuni 212 yang lain. "Saat datang, kami disambut dengan antusias oleh para saudara kami yang lebih dulu tiba," kata Zaenal.

Zaenal mengatakan, niat datang ke acara Reuni 212 untuk bersilaturahim dengan teman-teman Muslim lainnya. Ia berharap hasil silaturahim akbar ini dapat membuat Indonesia lebih baik.

photo
Beni penderita difabel dengan rambut mohak berwarna pink hadir di acara reuni 212 atas kemauan dalam dasar dirinya.

Sementara itu, sejumlah posko kesehatan disiapkan untuk melayani peserta aksi Reuni 212. Salah satunya didirikan tim dr Anna yang berada di Pintu Gambir I.

Sejak Ahad (2/12) pagi, posko kesehatan ini sudah ramai didatangi peserta Reuni 212. "Sudah ada tiga orang yang kami rujuk ke RS Budi Kemuliaan," kata dr Anna saat ditemui Republika.

Ia mengatakan, alasan ketiga pasien itu dirujuk ke RS Budi Kemulian karena penyakit yang dideritanya cukup berat. "Semuanya mengalami DSS (dengue shock syndrome)," ucapnya.

Anna mengungkapkan, posko kesehatan dan logistik tersebut didirikan murni atas prakasa dirinya sendiri tanpa bantuan pihak manapun. "Saya lillahi ta'ala saja," ujarnya. Untuk menangani pasien, wanita 65 tahun ini dibantu 35 orang yang terdiri atas 10 tim medis dan 25 orang bagian logistik untuk menyediakan makanan dan obat-obatan untuk diberikan kepada setiap pasien.

Sedangkan, Febi Rianto, seorang peserta Reuni 212 dari Palembang, Sumatra Selatan, terlihat memunguti sampah yang berserakan di jalan selepas aksi kemarin. "Ini sebagai bentuk tanggung jawab saya saja sebagai Muslim yang harus cinta terhadap kebersihan," kata Febi yang mengenakan gamis putih dan sorban saat ditemui di ruas jalan depan Kementerian Perdagangan RI, Ahad (2/12).

Febi datang dari Palembang bersama enam temannya menggunakan mobil. Ia tiba kemarin dini hari di Jakarta sebelum subuh.

Junaedi (49 tahun), seorang warga Kampung Baru, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, juga punya tujuan tersendiri kala menghadiri aksi kemarin. Pria yang sudah tak muda itu mengatakan, ia datang dari rumah sebelum subuh untuk mengantarkan ratusan kotak nasi. "Sekitar 200 boks saya bawa untuk saudara kita yang ikut silaturahim," kata dia.

Menurut dia, sebagian makanan berupa kue kering dan basah juga sudah dia serahkan ke panitia untuk dibagikan. Junaedi tersenyum saat ditanya berapa biaya total uang yang dia keluarkan untuk membeli makanan. "Janganlah, itu urusan saya dengan Tuhan," kata dia.

Bersambung ke halaman berikutnya..

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement