REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menegaskan penanganan banjir di Ibu Kota tidak hanya bergantung pada proyek normalisasi sungai. Namun juga dapat dilakukan dengan naturalisasi sungai.
Menurut Anies, dengan naturalisasi maka ekosistem sungai akan terbangun. Sehingga air bisa terserap, memperlambat arus, dan mempertahankan ekosistem hijau di sekitar sungai. Hal tersebut tak bisa terwujud jika yang dilakukan adalah betonisasi terhadap badan sungai seperti yang terjadi selama ini.
Ia menjelaskan, Singapura, Tokyo dan Sydney telah menginspirasinya untuk menerapkan konsep naturalisasi pada sungai, waduk, situ dan embung di Jakarta. Saat ini pembangunan kota-kota megapolitan di dunia sudah bergerak ke arah green city. Naturalisasi termasuk salah satu didalamnya.
“Sekarang seluruh dunia sedang bergerak menuju kota hijau. Coba lihat Tokyo dan Singapura. Mereka tidak lagi memiliki lahan, namun naturalisasi tetap bisa berjalan di sana,” kata Anies.
Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi DKI Jakarta, Teguh Hendarwan mengatakan, naturalisasi merupakan cara mengelola kali, saluran, waduk, situ dan embung melalui konsep pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan tetap memperhatikan kapasitas tampungan, serta fungsi konservasi.
“Konsep naturalisasi untuk bisa menampung kuantitas dan kualitas air yang cukup. Sungai, waduk, situ dan embung menjadi tempat berkembangnya flora dan fauna. Menjaga keaslian sungai dan waduk,” ujar Teguh.
Teguh menambahkan, naturalisasi dilakukan dengan melihat dari kapasitas sungai atau waduk. Bila kapasitas sungai atau waduk untuk pengendalian banjir terpenuhi, maka bisa dilakukan naturalisasi. Juga harus melihat lahan yang tersedia untuk naturalisasi agar tidak bersinggungan dengan warga setempat. Nantinya, dalam naturalisasi, akan dilakukan penanaman pohon dan tanaman aquaponic. Pohon yang akan ditanam sejenis trembesi, pulai, flamboyan dan eucaliptus. Untuk tanaman aquaponic adalah papirus, lotus, airis dan apu.