REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Mahkamah Agung (MA) melakukan evaluasi terhadap ketua pengadilan dan peraturan MA. Hal ini untuk mencegah tindak pidana korupsi di lingkungan MA dan lembaga peradilan.
"MA perlu melakukan penilaian ulang terhadap seluruh ketua pengadilan sebagai ujung tombak pengawasan di pengadilan," ujar salah satu peneliti ICW Lalola Easter Kaban, Jumat (30/11).
Penilaian ulang ini diperlukan untuk memastikan bahwa ketua pengadilan merupakan sosok yang berintegritas dan tidak pernah memiliki persoalan di masa lalu. Evaluasi rekam jejak ini dikatakan Lalola menjadi hal penting untuk menjamin Perma 8 Tahun 2016 dapat berjalan secara efektif.
"Tanpa adanya kesepahaman dan keterbukaan dari MA tentu perkara korupsi yang melibatkan hakim akan terus terjadi berulang," kata Lalola.
ICW juga meminta MA menerapkan dengan tegas dan konsisten, Maklumat Ketua Mahkamah Agung Nomor 01/Maklumat/KMA/XI/2017 tentang Pengawasan dan Pembinaan Hakim, Aparatur Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya, terhadap oknum-oknum Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang diduga terlibat dalam perkara pidana, khususnya korupsi.
Lebih lanjut Lalola mengatakan peran lembaga lain seperti KPK dan Komisi Yudisial (KY) dinilai ICW juga sangat penting untuk membantu MA melakukan pencegahan tindak pidana korupsi di lingkungan lembaga peradilan.
"Bersama KPK dan KY melakukan pemetaan terhadap ruang potensi terjadinya korupsi di lembaga pengadilan, sehingga dapat dijadikan rujukan pembentukan kebijakan pembinaan dan pengawasan," kata Lalola.
Peran KY dan KPK dinilai Lalola juga berguna untuk membantu MA merumuskan kurikulum pembinaan yang ditujukan khusus untuk meningkatkan integritas aparat pengadilan.
"Selain itu sebaiknya Pemerintah juga melakukan evaluasi terhadap pengelolaan pengadilan untuk dijadikan masukan dan kebijakan dalam RUU Jabatan Hakim," katanya.