Rabu 28 Nov 2018 03:51 WIB

KPK Dalami Pertemuan Eni Saragih dan Dirut PLN

Tiga tersangka telah ditetapkan KPK dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-I

Rep: Dian Fath Risalah / Red: Nashih Nashrullah
Juru bicara KPK Febri Diansyah memberi pernyataan kepada wartawan tentang penetapan tiga tersangka baru dalam pengembangan kasus dugaan suap pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015, di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Rabu (7/11/2018).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Juru bicara KPK Febri Diansyah memberi pernyataan kepada wartawan tentang penetapan tiga tersangka baru dalam pengembangan kasus dugaan suap pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015, di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Rabu (7/11/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami pertemuan yang dilakukan saat pembahasan pembangunan proyek PLTU Riau-1. Pada Selasa (27/11) penyidik memeriksa  Executive Vice President Corporate Communication and CSR PT PLN, I Made Suprateka.

I Made Suprateka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham. Pemeriksaan terhadap I Made Suprateka dilakukan tim penyidik untuk mendalami pertemuan antara Dirut PT PLN Sofyan Basir dan mantan wakil ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih. 

"Pemeriksaan terkait pengetahuan saksi tentang pertemuan tentang proyek PLTU Riau-1, termasuk yang dihadiri Dirut PLN dan ES (Eni Saragih)," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (27/11).

Sebelumnya dalam persidangan, terdakwa perkara suap proyek PLTU Riau-1, Johannes B Kotjo mengungkapkan kesepakatan skema proyek tersebut. 

Dia mengatakan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir menolak menggunakan sistem tender dalam pengadaan listrik di Riau.  Sofyan, kata Kotjo ingin agar proyek dikerjakan sesuai Peraturan Presiden nomor 41 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan.

Kotjo sempat merasa keberatan dengan keinginan Sofyan itu. Saat menyatakan keberatan, Kotjo mengaku diancam Sofyan  tidak dilibatkan dalam proyek PLTU Riau-1. "Waktu Saya ke Beijing (temui Chec Huadian) PLN ancam kalau enggak mau, ya sudah kita cari yang lain saja," kata Kotjo dalam sidang beberapa waktu lalu.

Jaksa KPK juga sudah menuntut empat tahun penjara terhadap Kotjo. Selain tuntutan empat tahun penjara, terdakwa kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 itu juga dituntut membayar denda Rp 250 juta subsidair enam bulan kurungan.

Dalam surat tuntutannya, Jaksa KPK, meyakini Kotjo terbukti menyuap mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih dan Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham untuk mendapatkan proyek PLTU Riau-1.  

KPK  menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-I, yakni bos Blackgold Natural Recourses Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) yang sudah menjadi terdakwa, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih (EMS), serta mantan Menteri Sosial Idrus Marham (IM).

Eni bersama dengan Idrus diduga menerima hadiah atau janji dari Kotjo. Eni diduga menerima uang sebesar Rp6,25 miliar dari Kotjo secara bertahap. Uang itu adalah jatah Eni untuk memuluskan perusahaan Kotjo sebagai penggarap proyek PLTU Riau-I.

Penyerahan uang kepada Eni tersebut dilakukan secara bertahap dengan rincian Rp4 miliar sekitar November-Desember 2017 dan Rp2,25 miliar pada Maret-Juni 2018‎. Idrus juga dijanjikan mendapatkan jatah yang sama jika berhasil meloloskan perusahaan Kotjo.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement