Senin 26 Nov 2018 20:00 WIB

Dewan Pers: Pemboikotan Media Picu Ketidaknetralan Berita

Prabowo-Sandi dan media dirugikan dalam pemboikotan media selama pemilihan umum.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Ratna Puspita
Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pers Yosep 'Stanley' Adi Prasetyo mengatakan pemboikotan terhadap suatu media membuat pemberitaan semakin tidak berimbang. Dewan Pers menegaskan hal itu berdampak buruk kepada pemahaman masyarakat. 

"Pemboikotan ini bisa semakin menjerumuskan media untuk menjadi tidak seimbang. Dan itu merugikan kedua belah pihak, " ujar Stanley mengomentari adanya pemboikotan Metro TV yang dilakukan oleh Badan Pemenangan Kampanye (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Jakarta Pusat, Senin (26/11).

Dalam kasus tersebut, pasangan Prabowo-Sandiaga dirugikan. Begitu pula, Metro TV juga dirugikan sebagai media yang harus melayani masyarakat. 

"Media tersebut tidak bisa menyampaikan pesan secara berimbang. Jika kondisinya seperti ini, yang dirugikan adalah publik. Maka kami ingin mencari titik temu antar kedua belah pihak," kata Stanley. 

Sebelumnya, Hashim Djojohadikusumo selaku Direktur Komunikasi dan Media Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, mengeluarkan surat edaran tertanggal 22 November 2018 perihal menolak permohonan wawancara salah satu televisi swasta. Surat Nomor: 02/DMK/PADI/11/2018 yang sempat beredar melalui sejumlah grup Whatsapp itu ditujukan kepada seluruh anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi.

Surat ini terkait dengan instruksi dari Ketua BPN Prabowo Subianto/Sandiaga Uno, Djoko Santoso, untuk memboikot Metro TV. Dalam suratnya, Hashim menegaskan seluruh komponen BPN, termasuk partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Adil Makmur, agar menolak setiap undangan maupun wawancara yang diajukan televisi swasta itu hingga waktu yang ditentukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement