REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo mengatakan sudah ada kesepakatan dari berbagai instansi penegak hukum yakni Kepolisian dan Kejaksaan untuk tidak mengkrimninalisasikan para kelapa desa jika sebatas melakukan kesalahan administrasi dalam pengelolaan dana desa.
"Jika hanya kesalahan administrasi maka kepala desa tidak boleh dikriminalisasikan. Hal ini sudah disosialisasikan oleh Kepolisian Daerah di seluruh Indonesia," kata Eko di Palembang, Ahad (25/11)
Eko menyampaikan hal tersebut dalam sambutannya di Acara "Evaluasi kebijakan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dan sosialisasi prioritas penggunaan dana desa 2019" di Palembang Sport Convention Center, yang dihadiri ribuan perangkat desa pengelola dana desa dan BUMDes. Acara ini juga dihadiri Presiden Joko Widodo berserta Iriana Jokowi Widodo dan sejumlah menteri.
Ia mengatakan penegasan ini harus diberikan mengingat pemerintah berkeinginan meningkatkan alokasi dan serapan dana desa di tahun 2019. Sejauh ini sejak dicanangkan tahun 2014, realisasi penyerapan dana desa terus meningkat bahkan pada 2017 mencapai 98,0 persen meski sudah ditingkatkan menjadi dua lipat dari Rp46,98 triliun ke Rp60 triliun.
"Tahun 2019 rencananya akan ditingkatkan menjadi Rp70 triliun dan tentunya untuk menyerap ini membutuhkan kerja keras dan komitmen para kepala desa, kami menegaskan bahwa kepala desa tidak boleh dikriminalisasikan, apalagi mereka toh tidak korupsi," kata dia.
Ia menjelaskan pemerintah sangat menyadari bahwa tidaklah mudah untuk menyerap dana desa ini mengingat terdapat sejumlah kendala, seperti strata pendidikan dari para perangkat desa yang terbilang masih rendah, sehingga pada tahun pertama penyaluran di 2014 selalu dijumpai masalah.
Kemudian, program dana desa ini untuk kali pertama di Indonesia, bahkan dunia sehingga masih banyak pihak yang belum memahami sistemnya. Belum lagi adanya kenyataan bahwa struktur di desa yang tidak selengkap di pemerintahan tingkat kabupaten/kota.
"Di desa tidak ada Bappeda, dinas-dinas, inspektorat, sementara dana yang dikelola cukup besar. Sehingga di tahun pertama hanya terserap 82,0 persen," katanya.
Ia mengatakan, persoalan pun bertambah pelik ketika banyak kepala desa yang terkena persoalan hukum, bukan karena korupsi tapi karena merealisasikan kegiatan yang tidak ada dalam perencanaan.
"Mereka tidak biasa membuat perencanaan, ketika diperiksa ada pembengkakan dana. Belum lagi desa diminta membayar pajak, sementara tahu sendiri bahwa di desa itu tidak ada toko yang mengeluarkan faktur," kata dia.
Atas dasar dari persoalan itu, pemerintah memutuskan bahwa penggunaan dana desa harus ditingkatkan pendampingannya, yakni kepala desa harus didampingi perwakilan dari Kepolisian, Kejaksaan dan Kemenkeu, dan Satker Desa. Upaya ini penting, katanya, karena pemerintah berkeinginan menjaga komitmen melakukan pembangunan dari desa.
Dampaknya sudah sangat terasa. Menurut data Kementerian Desa PTT diketahui, dana desa dapat menurunkan kemiskinan sebanyak 1,82 juta jiwa. Untuk pertama kalinya persentase kemiskinan Indonesia menembus singlenya digit 9,82 persen. Penurunan kemiskinan di desa ini bisa lebih tinggi dua kali lipat dari kota yakni sebanyak 1,2 juta.
Dalam empat tahun terakhir juga terjadi peningkatan pendapatan per kapita dari 572.000 per orang per bulan pada 2014 menjadi 802.000 per orang per bulan pada 2018. Menurutnya hal ini berkat kucuran dana desa sebesar Rp187 triliun dalam empat tahun.
"Ini potensi luar biasa, karena di desa ada 150 juta orang. Jika bisa menembus Rp2 juta pendapatan per kapitanya maka ada perputaran uang Rp300 triliun setiap bulannya dari desa," kata Eko.
Oleh karena itu, awalnya dana desa hanya dialokasikan Rp20,67 triliun akan ditingkatkan pada 2019 menjadi Rp70 triliun. Selain itu pemerintah juga akan mulai mengalokasi dana kelurahan pada 2019 senilai Rp3 triliun untuk membantu infrastruktur kelurahan-kelurahan yang masih tertinggal.