Sabtu 24 Nov 2018 09:41 WIB

Mimpi Honorer K2 yang Ingin Menyandang Status CPNS

Salah satu syarat untuk pengangkatan CPNS yakni maksimal 35 tahun.

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Agus Yulianto
Ketua Komisi II DPR RI Zainudin Amali (tengah) didampingi Ketua Umum FHK2I Titi Purwaningsih (hijab biru) dan Koordinator Wilayah FHK2I Jabar Cecep Kurniadi saat menggelar dialog mengenai nasib honorer K2 yang tak kunjung diangkat jadi CPNS, Jumat (23/11).
Foto: Foto: Ita Nina Winarsih/Republika
Ketua Komisi II DPR RI Zainudin Amali (tengah) didampingi Ketua Umum FHK2I Titi Purwaningsih (hijab biru) dan Koordinator Wilayah FHK2I Jabar Cecep Kurniadi saat menggelar dialog mengenai nasib honorer K2 yang tak kunjung diangkat jadi CPNS, Jumat (23/11).

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Ratusan tenaga honorer yang tergabung dalam Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) berdialog dengan Komisi II DPR RI. Dalam dialog ini, para honorer yang telah mengabdi selama puluhan tahun tersebut, mencurahkan kesedihan soal nasib mereka. Pasalnya, hingga kini tidak ada kejelasan soal pengangkatan CPNS.

Ketua Umum FHK2I, Titi Purwaningsih, mengatakan, sejak lama nasib honorer K2 terkatung-katung. Padahal, mereka mengabdi sejak 2005 silam. Hingga kini belum ada kejelasan soal pengangkatan CPNS. 

"Jangankan kejelasan status, angin surga alias janji manis untuk kami tidak ada," ujar Titi, kepada Republika.co.id, Jumat (23/11).

Jumlah honorer se-Indonesia ini, mencapai 430 ribu orang. Mereka, bekerja di bawah 17 kementerian dan 60 instansi. Tetapi, hingga kini pemerintah hanya memandang sebelah mata kehadiran para honorer ini. 

Karena itu, lanjut guru asal Banjarnegara, Jawa Tengah ini, para honorer ini terus berjuang untuk kejelasan nasib. Tuntutannya hanya satu, yakni angkat honorer K2 ini sebagai CPNS. Sebab, sampai saat ini, pegawai ini resmi tercatat di BKN. Bahkan, sudah ada data base-nya.

Selain itu, secara yuridis kehadiran 430 ribu honorer ini sah. Mengingat, saat pengangkatan sebagai honorernya, aturannya jelas. Awalnya, merujuk pada SK kepala sekolah atau kepala instansi masing-masing. Kemudian, ada peraturan lebih tinggi lagi yakni peraturan pemerintah (PP) yang mengatur soal legalitas honorer ini. 

Sebab, saat itu ada dua golongan honorer. Pertama, honorer K1 yang honornya dibiayai oleh APBN. Lalu, honorer K2 yang upahnya dibebankan kepada APBD. 

Saat ini, honorer K1 sudah diangkat semua jadi CPNS. Sedangkan, honorer K2 terkatung-katung. Apalagi, dengan keluarnya aturan mengenai ASN, nasib honorer K2 semakin tidak jelas."Kami tersakiti dengan adanya UU tentang ASN ini," ujarnya.

Sebab, dalam payung hukum itu diatur salah satu syarat untuk pengangkatan CPNS yakni maksimal 35 tahun. Dengan adanya syarat ini, jelas menjadi kabar buruk bagi honorer. Sebab, dari 430 ribu honorer K2 di Indonesia, mayoritas berusia di atas 35 tahun. Bahkan, ada yang usianya mencapai 55 tahun.

 "Aturan ini sangatlah tidak adil. Sebab, pengangkatan CPNS hanya diukur dari batasan usia serta kompetensi secara akdemis," ucap dia. 

Padahal, jika merujuk pada pengabdian, pegawai honorer ini telah mengabdi lama untuk NKRI. Bahkan, hanya dengan upah Rp 150 ribu per bulan, baik guru, tenaga kesehatan, penjaga sekolah, staf maupun petugas TU, setiap hari terus bekerja. 

Sebab, yang jadi dasar adalah mengenai keikhlasan dan pengabdian. Jika dilihat dari sisi upah, jelas sangat tidak manusiawi. "Tetapi kami tidak ke sana, kami benar-benar mengabdi untuk bangsa ini. Kalau kami tidak bekerja, bagaimana dengan anak-anak didik kami, bagaimana dengan pekerjaan kantor yang terbengkalai," ujar Titi.

Karena itu, untuk rasa keadilan, para honorer ini meminta kepada pemerintah untuk sedikit memerhatikan nasib mereka. Yakni, angkat para honorer ini sebagai CPNS. Perjuangan ini tidak akan berhenti selama tuntutan belum teralisasi.

Ketua Komisi II DPR RI Zainudin Amali, mengaku, dirinya prihatin atas nasib para honorer K2 ini. Apalagi, masalah ini sudah berlarut-larut. Namun, sampai sekarang belum ada kejelasan. Karena itu, komisi ini akan berupaya mencari solusi atas masalah ini.

"Kami akan lakukan pendekatan secara formal maupun informal dengan pihak terkait, supaya ada kejelasan terhadap nasib mereka," ujar Amali. 

Keprihatinan Amali semakin menjadi. Tatkala politisi dari Golkar ini, mendengar langsung honor yang diterima para honorer ini. Yakni, hanya Rp 150 ribu. Itupun dibayar setiap tri wulan sekali. 

"Upahnya sangat tidak layak. Makanya, kami akan membahas masalah ini. Termasuk dengan KemenPAN-RB," kata Amali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement