Sabtu 24 Nov 2018 05:14 WIB

Ini Tanggapan KPK Soal Kebijakan Kartu Nikah

KPK menyarankan jika ada kebijakan seperti itu perlu dikaji secara matang.

Juru bicara KPK Febri Diansyah
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Juru bicara KPK Febri Diansyah

JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi soal kebijakan Kementerian Agama terkait pembuatan kartu nikah sebagai pelengkap buku nikah. Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat (23/11) mengatakan, kalau mau mengambil kebijakan yang berskala besar, mungkin kartu nikah itu kalau dilihat satu atau dua lembar saja itu kecil. "Tapi kalau dikalikan dengan jumlah warga negara yang akan menggunakan kartu tersebut jumlahnya akan sangat besar," kata Febry.

KPK pun menyarankan jika ada kebijakan seperti itu perlu dikaji secara matang terlebih dahulu. "Sejauh mana urgensinya dan sejauh mana memang kartu tersebut nanti bermanfaat, apalagi kalau menggunakan keuangan negara," ucap Febri.

Baca Juga

Selain itu, KPK juga sudah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam menangani kasus-kasus korupsi di Kementerian Agama. Meskipun pihaknya tidak ingin hal-hal tersebut terjadi lagi pada era sekarang. "Misalnya, karena KPK sudah cukup banyak berkoordinasi tim pencegahannya dengan Kementerian Agama, jadi harapannya imbauan pencegahan ini tidak perlu disambut atau direspons secara reaktif," katanya.

Sebagai contoh, ucap Febri, KPK mengharapkan agar kasus korupsi proyek pengadaan KTP-Elektronik (KTP-E) tidak terulang kembali. "Meskipun KTP-el itu selembarnya nilainya tidak terlalu mahal tapi ketika dikalikan dengan jutaan lembar dan diduga ada mark up maka tentu nilai kerugian negaranya bisa sangat besar. Jangan sampai hal-hal seperti itu terjadi lagi karena itu KPK juga menjalankan fungsi pencegahan," kata Febri.

Sebelumnya, Kementerian Agama secara resmi meluncurkan kartu nikah sebagai pelengkap buku nikah pada 8 November 2018. Kementerian Agama menargetkan satu juta kartu nikah bisa disebarkan untuk pasangan yang baru menikah pada 2018. Untuk pasangan yang sudah menikah, suplai kartu nikah dilakukan bertahap.

Peluncuran itu ditandai dengan beroperasinya Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Nikah (SIMKAH) berbasis web dan kartu nikah. Simkah berbasis web merupakan direktori data nikah yang terintegrasi dengan Aplikasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Kementerian Dalam Negeri, dan Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI) Kementerian Keuangan.

Kementerian Agama memastikan, keberadaan kartu nikah bukanlah pemborosan atau penghamburan uang negara. Misalnya biaya pencetakan kartu nikah tahun 2018 relatif murah, yaitu Rp 680 juta untuk satu juta kartu. Kemenag juga menjelaskan pengadaan kartu nikah bukan program dadakan. Program ini sudah melalui mekanisme persetujuan DPR sebelum pagu anggaran tahun 2018 ditetapkan. 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement