Kamis 22 Nov 2018 02:12 WIB

BPJS Jatim Pasrahkan Kenaikan Iuran ke Pusat

JKN-KIS harus diupayakan menjadi program pemerintah yang berkelanjutan.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Indira Rezkisari
BPJS Kesehatan.
Foto: ANTARA FOTO
BPJS Kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, SIDOARJO -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Jawa Timur (Jatim) menyerahkan keputusan kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) pada pemerintah. Deputi Direksi BPJS Kesehatan Jatim Handaryo mengaku menyerahkan keputusan kenaikan iuran JKN-KIS pada pemerintah.

"Masalah pembiayaan (JKN-KIS) terserah pemerintah. Sebenarnya menghitung konsep pembiayaan memang harus dipaskan antara yang masuk dan keluar," katanya saat ditemui usai sambutan media workshop BPJS Kesehatan, di Kabupaten Sidoarjo, Jatim, Rabu (21/11) sore.

Ia menjelaskan, awalnya pemerintah menggunakan skema pembiayaan dengan penyertaan modal negara (PMN) untuk pembiayaan asuransi sosial itu. Kendati demikian, ia menambahkan, PMN tidak lagi tepat untuk membiayai pengeluaran JKN-KIS. Kemudian, dia melanjutkan, pemerintah pusat memutuskan memberikan dana talangan mulai dari cukai rokok hingga pajak rokok.

"Nah ini termasuk cara-cara pemerintah. Sepanjang pemerintah menentukan rumusan yang benar, artinya pendapatan iuran yang diterima BPJS Kesehatan cukup untuk membiayai pelayanan kesehatan, maka program ini akan sustain dan tidak akan mengganggu pemerintah, masyarakat hingga pemerintah daerah," ujarnya.

Kendati demikian, ia menegaskan pemerintah masih konsisten menutup kekurangan pembiayaan JKN-KIS dengan berbagai macam cara yang dimiliki oleh pemerintah. Yang jelas, ia menambahkan, niatan akhirnya adalah program JKN-KIS harus berkelanjutan dan harus ada sepanjang masa. Apalagi, dia menambahkan, undang-undang dasar (UUD) 1945 telah mengamanatkan JKN-KIS.

Sebelumnya Wakil Presiden, Jusuf Kalla (JK), mengatakan rencana penyesuaian nilai premi BPJS Kesehatan dilakukan setelah pelaksanaan Pemilu 2019. Evaluasi dan penyesuaian besaran premi itu harus dilakukan mengingat kondisi anggaran BPJS Kesehatan yang terus defisit.

"Preminya terlalu murah dibanding dengan layanannya. Jadi karena itu harus, ini mungkin tahun depan harus kami evaluasi ulang preminya. Ya mungkin setelah Pemilu-lah," kata Kalla kepada wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (13/11).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement