REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK--Pascakalah dalam kasasi di Mahkamah Agung (MA) soal kepemilikan lahan Pasar Kemiri Muka Depok dengan PT Petambuatan Jaya Raya (PJR), Pemerintah Kota (Pemkot) Depok dinilai tak taat hukum karena menolak eksekusi yang hendak dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Depok. MA dalam putusannya menetapkan sah hak guna bangunan (HGB) Pasar Kemiri Muka Depok seluas sekitar empat hektar milik PT PJR sejak tahun 1988.
"Seharusnya Pemkot Depok menghormati proses hukum yang telah tetap di MA," kata Kuasa Hukum PT PJR dari Kantor pengacara Hendropriyono & Associates, Meitha Wila Roseyani di Depok, Senin (19/11).
Meitha mengingatkan Wali Kota Depok Mohammad Idris, terkait pelaksanaan Putusan Nomor: 36/Pdt.G/2009/PN.Bgr jo Nomor: 256/Pdt/2010/PT.Bdg jo Nomor: 695/Pdt/2011 jo Nomor: 476PK/Pdt/2013 yang belum mendapatkan tanggapan.
Dalam Surat Nomor: 220/HP&A/XI/2018 tanggal 14 November 2018 yang ditujukan kepada Pemkot Depok Cq Wali Kota Depok Mohammad Idris, menyatakan bahwa Wali Kota Depok sebagai penyelenggara negara yang tidak patuh hukum.
Bahwa putusan sudah berkekuatan hukum tetap sejak (Berdasarkan Putusan MA tanggal 12 Februari 2012 atau berdasarkan Putusan PK tanggal 4 April 2014) dan bahkan dalam putusan Dalam Pokok Perkara angka 6 "Menghukum tergugat I, tergugat II, dan tergugat III atau siapa saja yang menerima hak dari padanya untuk segera menyerahkan secara fisik serta mengosongkan" termasuk dalam hal ini adalah Pemkot Depok Cq Wali Kota Depok sebagai salah satu tergugat (tergugat II).
"Janganlah terus diperpanjang masalahnya. Kasihan para pedagang di pasar di adu domba, disuruh demo menentang putusan hukum. Itu jelas tak mendidik, masa sih Pemkot Depok nggak memberikan contoh yang baik ke masyarakat. Kami, dari PT PRJ juga warga negara yang ingin berkontribusi pada pembangunan Pasar Kemiri Muka," tutur Meitha.
Menurut Meitha , Pemkot Depok seharusnya tunduk untuk melaksanakan putusan sebagai penghormatan terhadap hukum selaku bagian dari penyelenggara Negera Republik Indonesia, bukan justru bergabung dengan pihak lain untuk sama-sama menolak dilakukannya eksekusi dengan cara membiarkan pihak-pihak lain untuk melakukan aksi demo dan bahkan melalukan perlawanan atau keberatan terhadap eksekusi.
"Perlawanan (Derden Verzet) telah memperoleh Putusan dari PN Depok pada 12 November 2018 yang kembali menguatkan posisi klien kami.Apa yang yang dilakukan Pemkot Depok, hanya mengulur-ulur waktu agar pelaksanaan eksekusi ditunda dan berharap gagal, padahal aturan hukum sudah jelas bahwa tidak ada yang dapat menunda suatu eksekusi yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap untuk dilaksanakan," jelas dia.
Meitha melanjutkan, tindakan Pemkot Depok dapat diklarifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum dan juga contempt of court yaitu oenghinaan terhadap lembaga peradilan. "Kami meminta Pemkot Depok untuk melaksanakan keputusan pengadilan, jika tidak menjalankan putusan, maka kami akan menempuh upaya perlindungan hukum ke Presiden Republik Indonesia dan lembaga pelaksana lainnya," katanya.
Kepala Bagian Hukum (Kabag) Sekretariat Daerah (Setda) Pemkot Depok, Selviadona pastikan akan melakukan upaya perlawanan hukum dengan langkah hukum lain terkait kepemilikan pasar di Jalan Arif Rahman Hakim, Kelurahan Kemiri Muka, Kecamatan Beji, Depok. "Kami tegaskan, Pasar Kemiri Muka itu tercatat sebagai aset Pemkot Depok," tegasnya.
Menurut Selviadona, Pemkot Depok akan melakukan gugatan ke PT PJR karena belum menyerahkan lahan Pasar Kemiri Muka ke Pemkot Depok padahal sudah ada proses jual beli. "Kami tak puas atas putusan MA dan akan kembali menggugat PT PJR. Kami sedang mempersiapkan materi gugatan hukum," katanya.