Kamis 15 Nov 2018 21:04 WIB

KPK Geledah Rumah Sekretaris Eddy Sindoro

Penggeledahan terkait penyidikan kasus suap pengajuan PK di PN Jakpus.

Eks petinggi Lippo Group Eddy Sindoro   berada dalam mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Kosrupi (KPK), Jakarta, Senin (22/10).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Eks petinggi Lippo Group Eddy Sindoro berada dalam mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Kosrupi (KPK), Jakarta, Senin (22/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Indriyanti alias Indri, sekretaris dari Chairman PT Paramount Enterprise Eddy Sindoro dalam penyidikan kasus suap terkait pengajuan Peninjauan Kembali (PK) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan Eddy Sindoro (ESI) sebagai tersangka.

"KPK melakukan penggeledahan rumah sekretaris ESI atas nama Indriyanti alias Indri dari pagi sampai siang di Janur Asri 3, Kelapa Gading. Dari penggeledahan disita sejumlah barang bukti elektronik," kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/11).

Selanjutnya, KPK pun akan mempelajari bukti-bukti yang disita tersebut untuk kepentingan penanganan perkara. Selain itu, dalam penyidikan kasus itu, KPK pada Kamis juga memeriksa seorang saksi untuk tersangka Eddy Sindoro, yaitu Presiden Direktur PT Paramount Enterprise International Ervan Adi Nugroho.

"Penyidik melakukan klarifikasi terkait dengan pemberian uang terhadap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution," ucap Febri.

Sampai berita ini diturunkan, proses pemeriksaan terhadap Ervan masih berlangsung. Sebelumnya, tersangka Eddy Sindoro telah menyerahkan diri ke KPK pada Jumat (12/10) setelah sebelumnya sejak April 2016 sudah tidak berada di Indonesia.

KPK sudah menetapkan Eddy Sindoro sebagai tersangka sejak November 2016 lalu.  Eddy diduga memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait dengan permohonan bantuan pengajuan Peninjauan Kembali di Pengadlian Negeri Jakarta Pusat.

Sudah ada dua orang yang menjalani vonis terkait perkara ini, yaitu Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Eddy Nasution dan perantara suap Dody Arianto Supeno. Doddy sudah divonis empat tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan, sedangkan Edy Nasution sudah divonis 5,5 tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta subsider dua bulan kurungan.

Dalam putusan Edy Nasution, disebutkan bahwa uang 50 ribu dolar AS untuk pengurusan Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) yang diputus pailit oleh Mahkamah Agung melawan PT First Media. Edy pun menerima uang dari salah satu kuasa hukum yang baru dari Law Firm Cakra & Co, yaitu Austriadhy 50 ribu dolar AS yang terbungkus dalam amplop warna coklat.

Eddy Sindoro pernah bertemu dengan mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi menanyakan kenapa berkas perkara belum dikirimkan dan Nurhadi sempat menelepon Edy Nasution untuk mempercepat pengiriman berkas perkara PK, namun Nurhadi mengatakan itu dalam rangka pengawasan. Edy Nasution juga mengakui menerima 50 ribu AS dari Dody dimana uang tersebut ada kaitannya dengan pengurusan dengan perkara Lippo Group.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement