Jumat 09 Nov 2018 10:47 WIB

Perang Pemikiran di Layar Lebar

Perang pemikiran juga dilakukan di tempat-tempat hiburan yang jauh dari masjid.

Neno Warisman.
Foto: Neno Warisman
Neno Warisman.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Neno Warisman

Kita semua tahu dengan apa yang namanya ghazwul fikri. Perang Pemikiran. Perang ideologi. Perang intelektualitas. Di masa modern serba instan, perang ideologi begitu masif didengungkan lewat media sosial, buku, sampai film. Siapakah yang ditarget oleh perang pemikiran? Merekalah para generasi muda Islam yang suka nongkrong di kafe, di bioskop, di tempat-tempat yang menawarkan hiburan, jauh dari masjid, majelis taklim atau forum kajian dakwah.

Di bidang inilah, kita sering ketinggalan jauh, dan anak-anak kita bagaikan berjalan di dalam rimba hutan belantara. Padahal mereka adalah anak muda yang bisa berjam-jam menghabiskan kuota untuk dicuci otaknya oleh para penyedia konten liberal, sekuler, komunis, dan pegiat LGBT.

Sayangnya, dakwah di bidang perfilman memang tak bisa semudah yang dibayangkan, mengingat pemain di industri perfilman masih didominasi kelompok sekuler liberal yang hanya punya prinsip: follow the money. Beruntung kita punya duo sineas muda, couple writer yang mengingatkan kita lagi pentingnya memenangkan ghazwul fikri di layar bioskop. Mereka adalah Hanum Rais dan suaminya, Rangga Almahendra.

Pasangan ini karyanya dalam dunia dakwah media modern sudah tidak diragukan lagi. Contohnya adalah novel 99 Cahaya di Langit Eropa, dan Bulan Terbelah di Langit Amerika yang diangkat ke layar lebar. Pasangan ini pun baru saja mereka merilis film terbaru berjudul Hanum & Rangga yang merupakan adaptasi dari novel Faith and The City.

Saya berkesempatan menyaksikan filmnya pada gala premier dan merasa tersentil. Karena mungkin kita terlalu terlena menggelar dakwah di forum-forum taklim, lingkaran masjid dan lupa untuk merangkul generasi muda melalui media modern.

photo
Poster film Hanum & Rangga

Di akhir 2018 ini, film keluarga Hanum & Rangga menjadi taruhan, apakah kita masih peduli untuk memenangkan ghawzul fikri melalui layar bioskop. Karena pada Kamis, 8 November film Hanum & Rangga akan tayang serentak bersamaan dengan film lain berjudul A Man Called Ahok. Film yang menceritakan kisah hidup mantan gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang pamornya di dunia politik sudah terpuruk.

Film itu sepertinya upaya untuk “meluruskan sejarah” bahwa negeri ini telah zalim karena menjebloskan Ahok ke penjara. Bahkan beredar kabar ribuan tiket gratis nonton film Ahok diberikan gratis kepada grup-grup pengajian hingga PKK, sebagai cara membangun pemikiran tentang Ahok sebagai sosok sempurna.

Film Hanum & Rangga justru sebaliknya, mengisahkan tentang pentingnya menjaga keutuhan keluarga di tengah godaan impian dunia. Serta indahnya pacaran hanya dengan pasangan yang halal setelah menikah.

Jika Ahok masuk penjara karena didakwa menistakan agama, sebaliknya film Hanum & Rangga justru mengisahkan perjuangan pasangan anak muda yang membela agamanya. Saya tersentuh dengan karakter Hanum yang sangat gigih dalam memperjuangkan citra Islam di Kota New York yang sempat terpuruk pascatragedi 9/11.

Sudah saatnya kita juga bergerak ke bioskop, mulai 8 November untuk meramaikan menonton film Hanum & Rangga. Bukan hanya untuk memenangkan ghazwul fikri di layar bioskop tapi juga membangkit ghirah Islam pada anak muda melalui media modern yang berkualitas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement