REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Turis milenial menjadi pasar menjanjikan untuk pariwisata Indonesia mengingat jumlahnya mencapai lebih dari 300 juta orang secara global hingga 2030, berdasarkan proyeksi Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO). Ini menjadi tantangan tersendiri, khususnya bagi Bali yang selama ini mengandalkan pariwisata berbasis budaya.
"Bali tetap menerima wisatawan milenial, namun jika tidak cermat, kehadiran mereka akan kontradiktif dengan budaya Bali," kata Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati dijumpai dalam The 2nd Bali International Tourism Conference Millennial Tourism di Denpasar, Kamis (8/11).
Pria yang akrab disapa Cok Ace ini mencontohkan salah satu karakter wisatawan milenial yang berusia 18-34 tahun ini adalah daya beli tinggi, namun selektif. Mereka bisa menekan pengeluaran untuk penginapan, namun loyal mengeluarkan uang untuk aktivitas atau hobi selama di Bali.
"Mereka membayar mahal untuk hobi, namun berani tinggal delapan orang dalam satu penginapan. Bayangkan misalnya empat pasang muda-mudi menginap dalam satu kamar di sebuah homestay di Bali. Ini tentu tidak elok bagi masyarakat desa wisata," kata Cok Ace.
Wisata milenial, sebut Cok Ace bersifat dinamis, sementara wisata budaya statis. Wisata milenial berbasis teknologi, sementara wisata budaya menjadikan masyarakat sebagai subyek pembangunan dan berbasis masyarakat. Pelaku wisata di Bali perlu memiliki ide-ide kreatif untuk menemukan solusi persoalan-persoalan yang mungkin timbul dengan membanjirnya wisatawan milenial.
Tenaga Ahli Menteri Pariwisata Bidang Pemasaran dan Kerjasama Pariwisata, I Gede Pitana mengatakan wisatawan milenial tetap potensial untuk desa-desa wisata dan wisata budaya lainnya di Bali. Ini karena 70 persen dari mereka menyukai produk-produk otentik, suka mengeksplorasi, dan berbasis pengetahuan (knowledge).
"Desa wisata itu wisata otentik dan kegiatannya bersifat exploring. Hal yang perlu ditingkatkan adalah infrastruktur digital mengingat turis milenial sangat hiperconnected, tak lepas dari dunia digital," katanya.
Asia akan menjadi rumah bagi 57 persen penduduk milenial pada 2030. Populasi milenial di Cina mencapai 333 juta jiwa, Indonesia (82 juta jiwa), Filipina (42 juta jiwa), Vietnam (26 juta jiwa), dan Thailand (19 juta jiwa).
Pengeluaran (spending) wisatawan milenial lebih besar dari turis lainnya. Daya beli wisatawan tua dari negara-negara barat diproyeksikan akan menurun dalam jangka panjang.