Kamis 08 Nov 2018 07:25 WIB

KPK Hargai Sikap Kooperatif Bupati Bekasi

eneng telah mengembalikan uang suap perizinan proyek pembangunan Meikarta

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Juru bicara KPK Febri Diansyah
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Juru bicara KPK Febri Diansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghargai sikap kooperatif dari Bupati nonaktif Bekasi Neneng Hasanah Yassin. Diketahui, Neneng telah mengembalikan uang suap perizinan proyek pembangunan Meikarta kepada  KPK sekitar Rp 3 miliar.

"Yang bersangkutan telah mengembalikan uang pada KPK sekitar Rp 3 miliar. Jumlah itu merupakan sebagian dari yang diakui pernah diterima yang bersangkutan terkait perizinan proyek Meikarta. Secara bertahap akan dilakukan pengembalian berikutnya," kata jubir KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Rabu (7/11).

Selain Neneng Hasanah Yassin,  tersangka Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi, Neneng Rahmi juga telah mengembalikan uang yang pernah diterima pada tanggal 15 Oktober 2018 sebelum peristiwa tangkap tangan dilakukan, yaitu sejumlah 90 ribu dollar Singapura.

"Kami hargai sikap koperatif tersebut," ujarnya.

Sebelumnya, KPK mengungkapkan telah mengantongi komunikasi pihak-pihak yang terlibat dalam kasus dugaan suap perizinan proyek pembangunan Meikarta. Termasuk, percakapan petinggi Lippo Group dengan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin. "KPK telah mendapatkan bukti komunikasi sejumlah pihak terkait dugaan suap proyek Meikarta ini," kata Febri.

Febri menuturkan dari bukti komunikasi tersebut, semakin memperkuat dugaan suap pengurusan izin proyek pembangunan Meikarta, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, terkait dengan kepentingan Lippo Group, selaku pengembang megaproyek \'Kota Baru\' itu. Proyek Meikarta digarap oleh PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), anak usaha PT Lippo Cikarang Tbk.

"Dari rangkaian pemeriksaan KPK terhadap lebih dari 40 saksi dan tersangka, sejumlah keterangan terus menguat, bahwa dugaan suap yang diberikan terkait dengan kepentingan perizinan Meikarta sebagai proyek Lippo group," jelasnya.

Adapun, pada Rabu (7/11), penyidik KPK juga memeriksa Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin. Selain dimintai keterangan, penyidik juga mengambil sampel suara Neneng. Untuk keperluan pembuktian.

Usai menjalani pemeriksaan, Neneng  menyatakan bakal mengungkap pihak-pihak yang terlibat dalam kasus suap Meikarta tersebut. Diketahui, Neneng telah mengajukan permohonan sebagai Justice Collaborator (JC).

Terkait, pengambilan sampel suaranya, menurutnya diperlukan untuk mengungkap pihak lain yang terlibat, termasuk korporasi. Mengingat, sejumlah petinggi Lippo Group beberapa kali melakukan pertemuan dengan Neneng.

"(Soal keterlibatan pihak lain) Lihat faktanya saja, cuma cek voice," kata Neneng.

KPK baru saja menetapkan Bupati Bekasi periode 2017-2022, Neneng Hasanah Yasin (NHY) dan Direktur Operasional (DirOps) Lippo Group, Billy Sindoro (BS) sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta. Selain Neneng dan Billy, ‎KPK juga menetapkan tujuh orang lainnya yakni, dua konsultan Lippo Group, Taryadi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), serta Pegawai Lippo Group, Henry Jasmen (HJ).

Kemudian, Kepala Dinas PUPR Bekasi, Jamaludin (J), Kepala Dinas Damkar Bekasi, Sahat ‎MBJ Nahar (SMN), Kepala Dinas DPMPTSP Bekasi, Dewi Tisnawati (DT) serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi, Neneng Rahmi (NR).

‎Sebagai pihak yang diduga pemberi suap, Billy, Taryadi, Fitra dan Henry Jasmen disangkakan melanggar Pasal‎ 5 ayat (1) huruf huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara yang diduga menerima suap, Neneng, Jamaludin, Sahat, Dewi disangkakan melanggar Pasal‎ 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Neneng mendapat pasal tambahan yakni diduga penerima gratifikasi dan disangkakan melanggar Pasal 12B ‎Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement