Selasa 06 Nov 2018 04:45 WIB

Save Boyolali, Aksi Warga atau Kegiatan Kampanye?

'Tampang Boyolali' membuat sejumlah pihak saling melaporkan ke Bawaslu dan polisi.

Rep: Ali Mansur/ Red: Ratna Puspita
Sejumlah warga Boyolali yang tergabung dalam Forum Boyolali Bermartabat melakukan aksi damai Save Tampang Boyolali di Boyolali, Jawa Tengah, Ahad (4/11/2018). Aksi yang diikuti puluhan ribu warga Boyolali itu sebagai bentuk kekecewaan atas pidato Calon Presiden nomer urut 02 Prabowo Subianto yang dinilai meresahkan warga Boyolali serta berharap aparat menegak hukum untuk mengusutnya.
Foto: ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho
Sejumlah warga Boyolali yang tergabung dalam Forum Boyolali Bermartabat melakukan aksi damai Save Tampang Boyolali di Boyolali, Jawa Tengah, Ahad (4/11/2018). Aksi yang diikuti puluhan ribu warga Boyolali itu sebagai bentuk kekecewaan atas pidato Calon Presiden nomer urut 02 Prabowo Subianto yang dinilai meresahkan warga Boyolali serta berharap aparat menegak hukum untuk mengusutnya.

REPUBLIKA.CO.ID, BOYOLALI -- Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Boyolali masih mengkaji aksi damai puluhan ribu warga yang memprotes pidato calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto atau save Boyolali. Kajian untuk mengetahui apakah aksi tersebut masuk kegiatan kampanye atau tidak.

"Kami telah memantau, dan masih mengkaji untuk memastikan apakah aksi warga itu, termasuk kampanye atau tidak," kata Divisi Pengawasan Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Boyolali, Rubiyanto, di Boyolali, Senin (5/10).

Baca Juga

Menurut dia, kegiatan aksi protes warga Boyolali tersebut memang tidak ada hubungannya dengan politik. Akan tetapi, mereka melakukan dalam masa kampanye pemilu.

Sesuai dengan surat pemberitahuan, kegiatannya unjuk rasa. Kegiatan itu tidak berkaitan dengan kampanye, tidak bisa mengarah ke temuan pelanggaran pemilu atau tidak.

Rubiyanto menjelaskan Bawaslu perlu melihat konten aksi tersebut secara cermat dan mendalam untuk mencegah adanya kesalahan dalam pengambilan kesimpulannya. "Kami belum dapat mengatakan ada pelanggaran atau temuan dalam aksi unjuk rasa warga itu," katanya.

Selain itu, Bawaslu juga perlu melakukan investigasi untuk mengumpulkan data tambahan untuk kajian secara menyeluruh terhadap konten dan pengamatan di lapangan. Investigasi dilakukan untuk mencermati tulisan-tulisan yang ada selama aksi. Isi orasi selama kegiatan berlangsung penting untuk dicermati lagi.

"Kami harus jeli dan teliti mencermati aksi itu, karena memang aksi unjuk rasa di luar kampanye. Jika kegiatan kampanye menggunakan undang-undang pemilu, akan jelas dan gampang menganalisanya," katanya.

Menyinggung soal saat peresmian Posko Badan Pemenangan Koalisi Adil Makmur oleh Capres 02, Prabowo Subianto, Rubiyanto menjelaskan tidak ada temuan pelanggaran. Pelaksanaan kampanye yang dilakukan sesuai yang diatur dalam UU Pemilu, dan Bawaslu Boyolali sudah melakukan kajian, tidak ada pelanggaran pemilu.

Ketua DPRD Boyolali S Paryanto selaku koordinator aksi mengatakan aksi protes yang diikuti puluhan ribu warga Boyolali dilakukan secara spontanitas, dan tidak ada muatan politik. Menurut Paryanto, warga melakukan aksi murni spontan dalam Forum Boyolali Bermartabat turun ke jalan untuk memprotes pidato calon presiden nomor Urut 02 Prabowo Subianto yang dinilai merendahkan martabat warga Boyolali.

"Jadi, aksi pada Ahad (4/11) itu riil gerakan warga Boyolali, dan jangan ada salah persepsi. Mereka hadir berkumpul memprotes karena merasa dilecehkan martabatnya," kata Paryanto. 

Bupati dilaporkan ke Bawaslu dan polisi

photo
Advokat Pendukung Prabowo, Hanfi Fajri (kemeja coklat) melaporkan Bupati Boyolali, Seno Samodro atas dugaan pelanggaran tindak pidana pemilihan umum (pemilu) kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, Senin (5/11). (Republika/Ali Mansur)

Kendati diklaim sebagai gerakan warga Boyolali, aksi itu membuat Bupati Boyolali Seno Samodro dilaporkan ke Bawaslu RI dan Kepolisian Republik Indonesia. Seno dilaporkan ke Bawaslu karena menyerukan untuk tidak memilih Prabowo, sedangkan laporan ke kepolisian karena ucapan kasar untuk capres nomor urut 2. 

"Diduga tindakan yang dilakukan Bupati Boyolali Seno Samodro yang merupakan pejabat negara telah melakukan tindakan mengajak masyarakat Boyolali untuk tidak memilih Bapak Prabowo," ujar pelapor, Advokat Pendukung Prabowo, Hanfi Fajri, di Gedung Bawaslu, Jakarta, Senin.

Menurut Hanfi, Prabowo dirugikan dengan ucapan provokatif dari seorang pejabat publik saat acara kampanye di dalam ruangan itu. Ia pun menilai ucapan yang merugikan Jokowi itu telah menguntungkan calon pejawat Joko Widodo karena hanya dua kandidat pada Pilpres 2019.

Terkait pelaporan ke Polri, seorang warga bernama Ahmad Iskandar melaporkan Seno karena umpatan nama untuk jenis binatang anjing dalam Bahasa Jawa. Menurut Ahmad, ucapan Seno tersebut terlontar saat Seno hadir dalam demonstrasi di Boyolali pada Ahad, 4 November 2018.

Menurut Ahmad, bupati yang juga kader PDI Perjuangan itu tidak pantas mengucapkan kata-kata hinaan. Ia menambahkan pelaporan ini bukanlah instruksi dari Prabowo Subianto, melainkan merupakan keinginan pribadinya sebagai pendukung Prabowo yang tidak ingin capres pilihannya dihina pihak lain.

"Tidak ada (instruksi). Sebagai pendukung, sangat tidak rela. Ini (ucapan) di depan umum, apalagi beliau kader PDIP. Ini harus ditindaklanjuti lebih lanjut," ucapnya.

Aksi saling lapor

photo
Suhud Aliyudin. (Antara)

Aksi lapor lebih dulu dilakukan oleh Dakun yang mengaku warga Boyolali, Jawa Tengah. Dakun didampingi oleh kuasa hukumnya, Muannas Alaidid, datang ke Polda Metro Jaya pada Jumat (2/11) untuk melaporkan Prabowo.

Pelaporan lantaran pernyataan Prabowo ketika berkunjung di Boyolali, Jawa Tengah. Prabowo Subianto menyebutkan ‘Tampang Boyolali’ pada peresmian Kantor Badan Pemenangan Prabowo-Sandi di Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (30/10) lalu. 

Prabowo mengatakan, ‘Saya yakin kalian nggak pernah masuk hotel-hotel tersebut, betul? (Betul, sahut hadirin yang ada di acara tersebut). Mungkin kalian diusir, tampang kalian tidak tampang orang kaya, tampang kalian, ya, tampang orang Boyolali ini’. Pidato tersebut kemudian viral di YouTube pada Kamis (1/11).

Direktur Pencapresan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Suhud Aliyudin menilai peristiwa saling melapor menunjukan ketidaksiapan berbeda pendapat atau berdemokrasi. Ia mengatakan fenomena saling melapor, termasuk pada hal ringan, menggambarkan peserta pemilu pemilihan umum (pemilu) belum siap menerima kritik. 

Alhasil, ia menerangkan, kritik dipandang sebagai upaya menjatuhkan lawan politiknya terutama di Pilpres 2019. Juru kampanye Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno ini juga menilai ada kesan upaya menjatuhkan kredibilitas pihak lawan melalui cara yang tidak elegan. 

Dengan demikian, kesalahan sekecil apa pun dari pihak lawan dimanfaatkan dengan maksimal. "Ada kesan yang penting laporkan dulu, urusan benar-salah belakangan," kata dia saat dihubungi melalui pesan singkat, Senin (5/11).

Suhud menilai jika pola seperti ini dipelihara maka akan berpotensi memunculkan kegaduhan yang berkepanjangan. Sebab, masing-masing pihak memiliki semangat untuk mencari sekecil apa pun kesalahan dan melaporkan sebagai kasus hukum. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement