REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER -- Pakar hukum Universitas Jember Dr Nurul Ghufron mengatakan warga yang memiliki kartu tanda penduduk (KTP) ganda bisa dikenai tindak pidana administrasi kependudikan. Hal ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
"Ada yang tercecer disela-sela operasi tangkap tangan (OTT) Dispendukcapil Jember karena menyisakan informasi yang tak sedap lainnya yakni terkuak ke publik yaitu ditemukan beberapa KTP ganda atas nama pejabat tertentu di lingkungan Pemkab Jember," katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Senin (5/11).
Barang bukti yang didapatkan dalam OTT pungutan liar di Dispendukcapil Jember yakni KTP ganda yang dimiliki oleh Kepala Dispendukcapil Jember berinisial SW. SW dietapkan sebagai tersangka dalam kasus itu, dan adanya KTP Bupati Jember Faida yang berada di dalam tas tersangka.
Berdasarkan pengakuan tersangka SW, KTP Bupati Jember tersebut sengaja dicetak dua atau ganda untuk mengantisipasi hilangnya KTP bupati sewaktu-waktu. Sehingga ehingga ketika hilang dan KTP tersebut diperlukan, maka Kepala Dispendukcapil Jember tinggal menyerahkan KTP cadangan itu kepada bupati.
"KTP adalah identitas yang semestinya dimiliki tunggal oleh setiap warga. KTP adalah identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh instansi terkait dan berlaku di Indonesia," ujarnya.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan, lanjut dia, penduduk Indonesia hanya diperbolehkan memiliki satu Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang berarti hanya boleh memiliki KTP satu. "Kenapa harus satu dan tak boleh lebih? Karena KTP menandai satu dari seorang warga terhadap hak-haknya sebagai warga negara. Warga negara yang ber KTP ganda dianggap dan dipandang oleh negara akan mengacaukan sistem administras kependudukan," ucapnya.
Menurutnya pemilik KTP yang secara sengaja atau pun tidak sengaja membuat identitas ganda dengan berbagai modus patut diduga memiliki niatan tidak baik dalam perspektif negara, baik secara administrasi maupun pidana. "Bagi setiap warga apalagi pejabat yang semestinya diharapkan menjadi tauladan yang baik itu, maka negara mengancam dengan sanksi pidana kepada pemilik KTP ganda," ucap Dekan Fakultas Hukum Unej itu.
Ia menjelaskan kasus seperti itu pernah menimpa Ketua KPK Abraham Samad yang diduga memalsu KK dengan memasukkan sebagai anggota keluarganya. Akhirnya, Feriyana Lim yang ternyata memiliki dua NIK yaitu tercatat di Pontianak dan di Jakarta.
"Kasus itu telah membuat Ketua KPK saat itu Abraham Samad lengser dari kursi ketua KPK, sehingga pidana adminduk itu bukan hal baru dan sudah banyak presendennya," tuturnya.
Ghufron mengatakan sanksi pidana adminduk tersebut didasarkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan mengenai KTP ganda yang berbunyi pPasal 63 ayat (6). Disebutkan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya diperbolehkan memiliki 1 (satu) KTP.
"Warga yang memiliki KTP lebih dari satu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (6) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp25 juta," ucapnya.dua
Ia mengatakan pihak berwajib seharusnya mengusut juga dugaan tindak pidana administrasi kependudukan yang dilakukan oleh pejabat di lingkungan Pemkab Jember itu karena tegak lurus sesuai hukum.
"Sebagai warga di daerah yang saat ini gencar-gencarnya memimpin dengan kebijakan tegak lurusnya, maka warga Jember akan sangat mendukung proses hukum oleh penegak hukum untuk mendukung program tegak lurus itu," katanya, menambahkan.