Senin 05 Nov 2018 15:46 WIB

Syachrul yang tak Pernah Menolak Panggilan

Dia bilang kematian itu sudah dituliskan dan kita hanya menjemput

Keluarga relawan penyelam Syachrul Anto menunjukan foto almarhum melalui gawai seusai pemakaman di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (3/11/2018). Syachrul merupakan relawan Badan SAR Nasional yang meninggal ketika membantu pencarian puing-puing pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat.
Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru
Keluarga relawan penyelam Syachrul Anto menunjukan foto almarhum melalui gawai seusai pemakaman di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (3/11/2018). Syachrul merupakan relawan Badan SAR Nasional yang meninggal ketika membantu pencarian puing-puing pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Dadang Kurnia

"Dia enggak pernah bisa bilang enggak kalau ada yang minta bantuan, biarpun orang enggak dikenal, apalagi untuk musibah besar," kata Liyan Kurniawati (39 tahun).

Yang ia ceritakan adalah sosok almarhum suaminya, Syachrul Anto (48), relawan penyelam Basarnas asal Makassar yang meninggal dunia saat membantu pencarian korban kecelakaan pesawat Lion Air JT610 di perairan Karawang, Jawa Barat, Jumat (2/11).

Air mata terus mengalir di wajah perempuan berhijab tersebut. Sambil menahan isak tangis, Liyan masih berusaha tegar menceritakan perjalanan hidup suaminya kepada awak media. Ibu satu anak itu masih merasa tidak percaya suaminya akan gugur saat menjalankan tugas kemanusiaan itu.

"Saya syok. Siapa yang enggak syok, orang dia berangkat sehat. Tadi malam saya dikabarin dari pihak Basarnas (yang bersangkutan meninggal)," ujar Liyan saat ditemui di kediaman orang tua Syachrul di Jalan Bendul, Surabaya.

Liyan menjelaskan, suaminya bukan bagian dari Basarnas. Namun, yang bersangkutan memiliki jiwa sosial yang sangat tinggi. Pria yang berprofesi sebagai wiraswasta tersebut selalu siap membantu Basarnas dalam kegiatan kemanusiaan, tidak hanya untuk musibah-musibah besar. "Jadi seperti relawan tetaplah di Basarnas. Beliau selalu menawarkan diri kalau misalkan ada musibah yang dia bisa bantu," kata Liyan.

Menurut Liyan, suaminya bukan penyelam profesional karena tidak pernah meminta bayaran dari apa yang dia kerjakan. Meski begitu, lanjut Liyan, Syachrul sudah memiliki lisensi menyelam, bahkan sebagai instruktur.

Awal mula Syachrul menjadi relawan adalah saat peristiwa kecelakaan jatuhnya pesawat Air Asia pada Desember 2014. Setelah itu, lanjut Liyan, suaminya selalu siap, bahkan menawarkan diri untuk membantu ketika ada musibah.

Saat terjadi gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Syachrul pun berangkat ke lokasi untuk menjalankan misi kemanusiaan. Padahal, lanjut Liyan, itu bukan merupakan keahliannya. "Di Palu pun ikut evakuasi walau bukan keahliannya. Dia bantu-bantu, dia berangkat, seminggu di sana," ujar Liyan.

Liyan menceritakan, sebelum ikut dalam tim pencarian korban pesawat Lion Air JT610, dia dan suaminya sedang berada di Yogyakarta untuk menyelesaikan urusan pribadi. Dalam pencarian itu, lanjut Liyan, Syachrul menggantikan temannya yang berhalangan.

Dari Yogyakarta, Syachrul berangkat ke Jakarta untuk bertemu sesama relawan asal Makassar. Waktu itu dia tidak membawa peralatan lengkap dan harus meminjam karena alat menyelam yang dimilikinya berada di Makassar.

"Saya tidak melarang, cuma update status di FB kok kayaknya berat, ya, ngelepas dia untuk yang saat ini. Tapi, suami saya itu untuk misi kemanusiaan, biarpun saya bilang enggak boleh, tetap akan berangkat. Jadi, saya enggak melarang," kata Liyan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement