REPUBLIKA.CO.ID, Seluruh kekuatan bangsa Indonesia dikerahkan guna menemukan dan mengevakuasi pesawat Lion Air yang kecelakaan di perairan Karawang pada pekan ini. Kekuatan dari Basarnas, TNI, Bakamla, BPPT dan kepolisian saling bahu membahu. AKP Ibrahim Sajak dari Satuan Gegana Polda Metro Jaya menjadi salah satu personel yang bertugas pada operasi tersebut.
Lima hari sudah Ibrahim menghabiskan waktu di laut, jauh dari sanak saudara. Ia memilih menunaikan tugas menyelam di sekitar KM Victory. Ia tak sendiri. Masih ada 17 penyelam lain dari Polair, Brimob Polda Metro, dan Korbrimob.
Titik penyelaman pun tersebar dari lokasi jatuhnya pesawat. Sejumlah kapal Polair dari Mabes Polri dan Polda Metro Jaya membantu tugas Ibrahim.
Ibrahim tak bisa seenaknya menyelam selama mungkin. Durasi menyelamnya dibatasi oleh kapasitas tabung. Seusai tabung oksigen kosong, ia mesti naik ke permukaan untuk mengisi ulang. "Bisa tiga sampai empat kali (turun). Karena mengingat waktu juga di bawah dengan kapasitas tabung yang ada. Ketika sampai di bawah ada waktunya paling cepat 10 menit sudah harus naik," katanya ketika ditemui wartawan di atas kapal Polair di perairan Karawang, Jumat (2/11).
Tim Basarnas Special Group (BSG) melakukan penyelaman untuk mencari puing dan jenazah korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 di perairan Karawang, Jawa Barat.
Usaha Ibrahim menemukan dan mengevakuasi material pesawat dan korban bukan tanpa kendala. Arus menjadi musuh utama para penyelam, begitu pun yang dirasakan oleh Ibrahim. Menurutnya, arus di dalam laut amat kuat. Penyelam perlu berhati-hati agar tak malah menjadi korban berikutnya. "Di bawah arusnya kuat. Jadi kami masih melihat situasi. Tadi kendalanya arus kuat," keluhnya.
Bahkan tak jarang para penyelam mempertaruhkan nyawanya demi menemukan potongan pesawat. Ada saja penyelam yang terbawa arus saking kuatnya. Beruntung, penyelam sudah mengantisipasinya dengan mengikatkan diri pada tali. Sehingga mereka tetap bisa berpegangan pada tali ketika dihantam arus kuat. "Terbawa arus kadang-kadang lima meter. Untung saja kami pakai tali agar tidak terbawa arus. Tapi kami juga harus melihat keselamatan anggota," ungkapnya.
Kendala lainnya yaitu pekatnya lumpur di dasar laut. Akibatnya, penglihatan penyelam pun mengalami keterbatasan. "Kemarin kami menyelam sampai kedalaman 35 meter. Lumpur itu tebalnya sekitar dua meter. Tapi waktu itu belum ditemukan titik. Waktu hari ketiga. Masih menunggu instruksi dari Basarnas," tambahnya.
Penyelam juga dibatasi waktu dalam menempuh tugasnya. Mereka hanya diizinkan menyelam sampai pukul 17.00 WIB. Selebihnya dari itu, kegiatan menyelam berbahaya bagi keselamatan si penyelam. Alhasil, tim penyelamat hanya bisa melakukan patroli dan pemantauan dari permukaan saja. Bila ada material yang mengapung maka akan segera diambil. "Kita melakukan patroli. Siapa tahu ada yang muncul ke permukaan baru kita ambil," ujarnya.
Proses penyelaman pun bukan asal-asalan. Para penyelam menggantungkan titik selaman pada Basarnas. Kapal Basarnaslah yang memetakan lokasi dimana ada benda-benda mencurigakan. Kemudian titik itu diberi penandaan.
Tim penyelam TNI AL melakukan pencarian pesawat Lion Air JT610 menggunakan KRI Sanca di perairan Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10/2018).
"Baru kita bisa nyelam. Kita tidak mungkin menyelam tanpa ada instruksi Basarnas. Dan tanpa ada benda-benda yang curigai untuk kita ambil. Karena akan membuang-buang waktu, membuang-buang energi, dan tidak mungkin karena sangat luas," tegasnya.
Usaha para penyelam bukannya tanpa hasil. Pada Selasa, (30/10) mereka berhasil menemukan potongan pakaian dan beberapa potongan bagian tubuh korban. Kemudian hingga petang ini, mereka mendapati pakaian, jok dan sabuk pengaman.
Ibrahim tak tahu pasti kapan proses pencarian akan berakhir. Ia hanya menuruti koordinasi Basarnas apakah akan terus melanjutkan atau menghentikan pencarian. Apalagi tim masih diminta menemukan jenazah dan satu bagian black box lain yang belum ditemukan. Untuk badan pesawat, kata dia, sudah ditemukan oleh TNI AL.
"Kemarin sudah kelihatan. Tapi dapat beritanya dari rekan-rekan angkatan laut. Fokus pencarian jenazah dan black box. Itu saja petunjuk dari Basarnas," tuturnya.
Ke depannya, tim penyelam masih menunggu peralatan dari Kementerian ESDM dan Pertamina berupa crane untuk pengangkut benda yang beratnya lebih dari 100 ton. Diperkirakan crane dibutuhkan guna mengangkat badan pesawat.
Tim penyelamat melakukan operasi pencarian di perairan Ujung Karawang, Jawa Barat, setelah pesawat Lion Air menabrak laut Senin, (29/10/2018).