Rabu 31 Oct 2018 19:01 WIB

Politikus Nasdem: Pemerintahan DKI Pincang tanpa Wagub

Serapan APBD DKI hingga Oktober 2018 masih sangat rendah.

Rep: Bayu Adji Prihammanda/ Red: Ratna Puspita
Anggota DPRD DKI Jakarta Bestari Barus berjalan usai diperiksa KPK, Jakarta, Senin (25/4).
Foto: Antara/Rosa Panggabean
Anggota DPRD DKI Jakarta Bestari Barus berjalan usai diperiksa KPK, Jakarta, Senin (25/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) DKI Jakarta Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Bestari Barus menilai, jalannya roda pemerintahan DKI Jakarta berjalan pincang. Hal itu mulai terasa sejak Sandiaga Uno meninggalkan kursi wakil gubernur DKI pada dua bulan lalu.

Menurut dia, masyarakat pasti bisa merasakan jalannya pemerintahan DKI Jakarta kurang efektif. "Sebagai wakil rakyat, kita melihat gubernur ini seperti pincang," kata dia saat dihubungi Republila.co.id, Rabu (31/10).

Ia mencontohkan, serapan Anggadan Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) hingga Oktober 2018 masih sangat rendah. Menurut dia, berdasarkan pengakuan eksekutif DKI Jakarta, serapan APBD masih di bawah 50 persen.

Karena itu, ia mendesak proses pengajuan wagub dari dua partai pengusung dilakukan dengan cepat. Hal itu, kata dia, untuk efektivitas kerja pemerintahan DKI Jakarta.

Meski tak ada aturan maksimal dalam mengajukan pengganti wagub, menurut Bestari, posisi Wagub sangatlah penting dalam menjalankan roda pemerintahan. Semua itu, kata dia, tergantung kesepatakan Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai pengusung Anies Baswedan-Sandiaga.

"Kalau mereka cepat, ya cepat. Kalau tidak ada kesepakatan, bisa saja sampai habis masa jabatan gak ada penggantinya. Atau, mereka tidak mampu bersepakat," ujar dia.

Pembahasan nama calon Wagub dari dua pertai pengusung sendiri belum menemui kesepakatan. Partai Gerindra mengajukan nama M Taufik sebagai pengganti Sandiaga, sementara PKS mengajukan Ahmad Syaikhu dan Agung Yulianto. 

Padahal, dalam aturan yang berlaku, partai pengusung hanya bisa mengajukan dua nama calon untuk dibahas di DPRD. Hal itu diatur dalam Pasal 26 ayat (6) Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

"Dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik karena meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD," bunyi Pasal 26 ayat (6). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement