Rabu 31 Oct 2018 05:12 WIB

Eksekusi Tuti dan Diplomasi Saudi yang Langgar Etika

Saudi tak punya aturan beritahukan, meski kebiasaan negara beradab kirim notifikasi.

Tenaga kerja Indonesia (TKI).    (ilustrasi)
Foto: Republika
Tenaga kerja Indonesia (TKI). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Majalengka, Tuti Tursilawati, telah dieksekusi mati oleh otoritas Arab Saudi tanpa pemberitahuan ke Perwakilan RI di Arab Saudi. Eksekusi mati terhadap Tuti, yang didakwa membunuh majikannya, dijalankan pada 29 Oktober di Thaif, Arab Saudi. 

Eksekusi mati tanpa notifikasi kali ini bukan yang pertama mengingat telah berulang kali terjadi. Saudi memang tidak menganut kewajiban memberikan notifikasi kepada keluarga atau pemerintah terpidana hukuman mati. 

Baca Juga

Namun, pemberitahuan tersebut dianggap penting untuk mempersiapkan mental keluarga terpidana. Tindakan eksekusi mati tanpa notifikasi jelas menyalahi norma dalam hukum internasional. 

Kritikan terhadap Saudi dan dorongan agar Pemerintah Indonesia melakukan protes disuarakan oleh para penggiat hak azasi manusia (HAM). Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan Saudi yang mengeksekusi mati Tuti tanpa pemberitahuan resmi telah mencederai etika diplomasi.

"Untuk kesekian kalinya Arab Saudi mencederai etika diplomasi kedua negara yang seharusnya mengedepankan penghargaan atas hak asasi manusia," kata Usman dalam keterangannya, di Jakarta, Selasa (30/10).

Usman menyatakan Pemerintah Indonesia harus mengambil langkah proaktif untuk melayangkan protes kepada Pemerintah Arab Saudi terkait eksekusi mati tanpa pemberitahuan resmi ini. "Presiden Joko Widodo punya kewenangan untuk memanggil Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia untuk meminta klarifikasi dan menyampaikan protes resmi," kata dia. 

Sekretaris Eksekutif Labor Insititute Indonesia Andy William Sinaga mengatakan hukuman mati yang dijatuhkan pada Tuti atas dakwaan membunuh majikannya merupakan bukti lemahnya diplomasi politik Pemerintah RI terhadap Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Selasa (30/10), ia pun menyarankan pemerintah mengirimkan nota diplomatik protes keras kepada Pemerintah Arab Saudi.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengapreasiasi langkah pemerintah melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang melayangkan protes terhadap Pemerintah Arab Saudi. Ia menilai protes ini sudah tepat.

"Protes wajib untuk terus dilakukan tanpa henti. Protes ini dilakukan sebagai ketidaksukaan Pemerintah Indonesia atas perlakukan WNI oleh otoritas di Arab Saudi," ujar, di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan protes juga memiliki makna agar eksekusi mati tanpa notifikasi tidak terulang kembali. "Upaya keras dari pemerintah meski tidak menghasilkan yang diharapkan bukan karena kurang berbuat tetapi lebih dikarenakan Arab Saudi sebagai sebuah negara memilki kedaulatan, termasuk kedaulatan hukum," ujar dia.

Protes Indonesia

photo
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi.

Pemerintah melalui Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi sudah menyampaikan protes kepada Menlu Arab Saudi terkait eksekusi mati TKI yang dipidana atas kasus pembunuhan majikannya di Arab Saudi tersebut. Indonesia menerima kabar tersebut setelah Tuti sudah dieksekusi. 

”Kemarin kami terima informasi bahwa tanggal 29 Oktober pagi waktu Saudi telah dilaksanakan hukuman mati atas Tuty Tursilawati, terpidana kasus pembuhuan. Setelah menerima kabar itu, saya menghubungi Menlu Arab Saudi untuk menyampaikan protes dan concern yang mendalam karena pelaksanaan hukuman mati terhadap Tuty dilakukan tanpa notifikasi kekonsuleran," kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di Nusa Dua, Bali, Selasa.

Menlu juga menyampaikan ia telah memanggil dan bertemu dengan Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia di Bali untuk menyampaikan protes. Ia juga menyampaikan keprihatinan yang mendalam kepada pemerintah Saudi tentang eksekusi WNI ini.

"Pada saat saya bicara dengan Dubes Arab Saudi, dia menyatakan bahwa dia paham dan dia akan menyampaikan protes Indonesia kepada Pemerintah Arab Saudi," lanjutnya.

Selain menyampaikan kepada Dubes Arab Saudi, Retno juga menyampaikan protes dan keprihatinan tersebut kepada Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir. Pada kesempatan itu, Menlu RI juga menyampaikan ucapan belasungkawa dan duka cita kepada keluarga Tuty Tursilawati.

"Saya atas nama Pemerintah dan pribadi menyampaikan dukacita mendalam kepada keluarga Tuty," ucapnya.

Menurut Retno, tim dari Kementerian Luar Negeri juga telah mengunjungi keluarga almarhumah Tuty untuk menyampaikan secara langsung berita duka cita tentang hukuman mati Tuty. "Pemerintah sudah berupaya maksimal dalam memberi pendampingan hukum dan mengupayakan apa pun untuk meringankan hukuman Tuty," ujar Menlu Retno. 

Upaya maksimal

photo
Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal

Upaya maksimal di antaranya Indonesia mengusulkan perjanjian untuk membuat kewajiban pemberitahuan kekonsuleran (mandatory consular notification) dengan Arab Saudi. Ini utamanya untuk memperoleh notifikasi terlebih dahulu terkait WNI yang bermasalah hukum di Arab Saudi.

Usulan tersebut dibahas dalam pertemuan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dengan Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel Al Jubeir di Jakarta, 23 Oktober lalu. Menurut Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu Lalu Muhammad Iqbal, perjanjian mengenai kewajiban pemberitahuan kekonsuleran penting dilakukan.

Sebab, Arab Saudi tidak menganut aturan memberikan notifikasi kepada keluarga atau pemerintah asing yang warganya dijatuhi hukuman. “Kami melihat Arab Saudi perlu dasar hukum untuk mengubah aturan itu, dan dasarnya adalah perjanjian bilateral," kata Iqbal kepada wartawan dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.

Sejauh ini, Arab Saudi belum memiliki perjanjian mengenai kewajiban pemberitahuan kekonsuleran dengan negara manapun. Sehingga, pihak Arab Saudi masih mempertimbangkan usulan pemerintah Indonesia yang harus dibahas secara internal oleh pemerintah Saudi.

Notifikasi justru diberikan kepada KJRI Jeddah setelah eksekusi terhadap Tuti dilakukan. Padahal, berdasarkan etika dan kebiasaan internasional di kalangan negara-negara beradab, ada notifikasi terlebih dahulu jika ada warga negara asing yang akan dieksekusi. 

“Kami punya kepentingan untuk mempersiapkan mental keluarga. Ini adalah kebiasaan internasional di kalangan negara-negara yang beradab,” kata dia.

Sebagai negara yang menerapkan hukuman mati, Indonesia memberikan notifikasi kepada perwakilan pemerintah terpidana asing satu bulan sebelum eksekusi dijalankan. Indonesia juga sudah memiliki perjanjian pemberitahuan kekonsuleran dengan beberapa negara, sehingga jika ada WNI yang menghadapi masalah hukum maka perwakilan RI di negara yang bersangkutan langsung diberikan notifikasi.

Indonesia harus hapus hukuman mati

photo
Direktur Amnesty International Indonesia - Usman Hamid

Usman mengatakan Amnesty International menolak penerapan hukuman mati dalam kasus apa pun dan dengan metode apa pun. Sebab, hukuman cara itu kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia. 

Hukuman mati, kata dia, melanggar hak untuk hidup yang dijamin Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik. Untuk itu, ia meminta pemerintah Indonesia melakukan moratorium hukuman mati di Indonesia sebagai langkah awal penghapusan hukuman mati untuk semua jenis kejahatan. 

Indonesia diminta mengikuti jejak Malaysia yang telah mengumumkan akan menghapuskan hukuman mati untuk semua jenis kejahatan hanya beberapa 

bulan setelah mengumumkan moratorium hukuman mati. "Keputusan Malaysia tersebut bisa berpengaruh positif terhadap WNI yang terancam hukuman mati di sana," ujar Usman.

Menurut Usman, penghapusan hukuman mati dapat memudahkan diplomasi Indonesia di luar negeri untuk menyelamatkan warga negara Indonesia yang terancam hukuman mati. "Tidak logis jika Indonesia meminta negara lain untuk membebaskan warga negaranya dari hukuman mati, sedangkan di dalam negeri sendiri Indonesia masih mempraktikkan hukuman yang kejam dan tidak manusiawi tersebut," ujar Usman.

Amnesty International Indonesia juga meminta perwakilan pemerintah Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mempertahankan posisi yang sama, yaitu abstain, dalam voting Resolusi ke-7 Moratorium terkait Penggunaan Hukuman Mati di PBB yang akan dilaksanakan pada bulan Desember 2018 atau mengambil inisiatif untuk mendukung resolusi tersebut. "Kami yakin Indonesia akan mengedepankan perspektif HAM dalam mengambil keputusan pada Resolusi ke-7 terkait Moratorium Hukuman Mati pada Desember nanti," kata Usman.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement