REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pencarian black box atau kotak hitam rekaman komunikasi pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan Tanjung Kerawang, Jawa Barat, masih belum menemui titik terang. Tim SAR juga telah menggunakan multibeam echo sounder sonar yang dapat menyisir adanya logam berat di bawah laut.
"Kami masih mencari khususnya badan utama pesawat dan black box. Sejak pukul 10.30 WIB telah menggunakan multibeam echo sounder somar, tetapi belum melihat sesuatu yang besar di dalam air," kata Kepala Badan SAR Nasional M Syaugi di Jakarta, Selasa (30/10).
Dia mengatakan, alat tersebut mempunyai daya jangkau yang luas sehingga jika telah terdeteksi adanya badan pesawat maka para penyelam akan segera ke bawah. Pada hari pertama pencarian dilakukan lima mil laut dari titik hilang. Pada hari kedua, pencarian diperluas lagi lima mil laut.
Dia menambahkan, pencarian di hari ke dua tidak mengalami kendala, hanya saja arus laut bergerak ke arah selatan dan barat daya. "Kami akan terus melakukan pencarian sampai malam. Kalau tidak ketemu, maka area pencaran akan diperluas lagi," ujar dia.
Dalam melakukan pencarian black box, Haryo mengatakan, tim kami baru bekerja pada Selasa (30/10) pagi. Pasalnya, sebelumnya tim fokus pada pencarian korban.
Namun, pihaknya harus menjaga kesehatan, bahan bakar, logistik, dan segala hal yang diperlukan dalam pencarian. "Alat-alat sudah sampai dan sudah kami coba untuk mencari, tapi masih belum ditemukan. Secara teknis sudah dilakukan. Ini kan luas, jadi alat tersebut kami lakukan untuk menyisir," kata dia.
Bantuan Singapura dan AS
Sejumlah petugas gabungan saat membawa kantung jenazah di Dermaga JICT 2, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (30/10).
Terkait pencarian kotak hitam, Wakil Ketua KNKT Haryo Satmiko, mengatakan Airnav telah menyerahkan data mengenai lokasi perkiraan alat perekam data penerbangan dan percakapan pesawat terbang itu. "Kami sudah menyisir areanya saja di titik koordinat perkiraan. Kami dapat data dari Airnav, baru area saja," kata dia saat konferensi pers di gedung KNKT, Jakarta, Selasa (30/10).
Untuk menyisir area yang diperkirakan memiliki radius dua kilometer itu, KNKT mendapat bantuan peralatan dari Singapura. Haryo mengatakan, alat bernama hydrophone itu dapat digunakan untuk menyisir area yang diperkirakan menjadi lokasi jatuhnya pesawat.
Singapura bukan satu-satunya negara yang menawarkan bantuan untuk mencari kotak hitam. Haryo menyebutkan, negara lain yang menawarkan bantuan, yakni Amerika Serikat, Argentina, Malaysia, dan Arab Saudi.
Tawaran masuk melalui komite keamanan transportasi negara-negara tersebut, seperti Amerika Serikat National Tranportation Safety Bureau (NTSB), Argentina Junta de Investigation de Accidentes de Aviation Civil (JIAAC), dan Malaysia Air Accident Investigation Bureau (AAIB). "Ini masih dalam proses. Bagaimanapun kerja sama ini harus mendapat restu dari Kemenlu," kata dia saat konferensi pers di gedung KNKT, Jakarta, Selasa (30/10).
Investigator Kecelakaan Penerbangan KNKT Ony Soerjo Wibowo mengatakan, tim dari Amerika Serikat (AS) direncanakan datang pada Rabu (31/10) besok. Mereka datang bersama bersama teknisi dari Boeing. "Teknisi Boeing, pabrik pesawat ini, juga pihak-pihak terkait yang akan datang kira-kira hari Rabu," kata Ony.
Boeing merupakan perusahaan yang memproduksi pesawat Boeing 737 MAX 8. Pesawat jenis tersebut dengan nomor registrasi PK-LQP itu dioperasikan Lion Air sebagai penerbangan JT 610 dari Jakarta ke Pangkal Pinang pada Senin, 29 Oktober 2018.
Tim evakuasi dari NTSB AS dan perwakilan Boeing berjumlah 10 orang akan membantu proses pencarian pesawat JT 610 yang dilaporkan mengalami hilang kontak (lost contact) sekitar pukul 06.33 WIB atau 13 menit setelah pesawat lepas landas pukul 06.10 WIB.
Tak bisa pastikan
Anggota Basarnas dan TNI AL melakukan penyisiran korban dan serpihan pesawat jatuh Lion Air JT 610 di perairan Karawang, Jawa Barat, Selasa (30/10).
Haryo mengatakan, kotak hitam atau black box merupakan hal yang paling utama untuk menginvestigasi kasus kecelakaan pesawat. Dia menerangkan, KNKT akan melakukan analisis berdasarkan data yang tersimpan dalam kotak hitam.
Namun, Haryo mengaku belum mengetahui waktu yang dilakukan untuk melakukan investigasi. Karena itu, ia mengimbau masyarakat untuk bersabar menunggu hasil investigasi yang dilakukan KNKT.
"Kami belum tahu sampai sejauh mana atau seberapa lama investigasi dilakukan. Tergantung situasi kondisi dan temuan daripada black box," kata dia.
Selama proses investigasi berlangsung, Haryo menegaskan, KNKT tidak bisa langsung mengambil kesimpulan soal penyebab pesawat terbang terjatuh. "Kami belum bisa menduga apa yang telah terjadi. Ini menjadi tanda tanya bagi kita semua," ujar dia.
Proses identifikasi
Presiden Joko Widodo mengamati barang temuan milik penumpang pesawat Lion Air JT 610 di Posko Penyelamatan Lion Air, Dermaga JICT 2, Jakarta, Selasa (30/10/2018). (Antara)
Sementara itu, hingga Selasa sore, 34 kantong jenazah berisi bagian tubuh sudah masuk ke RS Polri di Kramat Jati, Jakarta Timur. Sebanyak 24 kantong jenazah masuk pada Senin, sedangkan sisanya pada hari ini.
RS Polri melakukan pemeriksaan terhadap bagian tubuh 24 kantong jenazah mulai Selasa pagi. Namun, Kapusdokes RS Polri Arthur Tampi menyatakan belum berhasil mengidentifikasi satu pun jenazah hingga Selasa.
Ia melanjutkan, bagian tubuh itu diidentifikasi dengan data antemortem. Data antemortem atau sebelum kematian yang sudah diterima Tim DVI berjumlah 185, dengan 147 bagian telah diambil sampel DNA.
"Yang telah kami periksa hari ini ada 24 kantong jenazah, terdapat 87 body part. Namun, sampai saat ini kami satu pun belum dapat teridentifikasi," ujarnya pada konferensi pers di RS Polri, Jakarta, Selasa.
Sebelumnya, ia menyebut, kesulitan identifikasi korban dikarenakan jenazah yang ditemukan tidak dalam kondisi utuh. Proses identifikasi hanya dimungkinkan dengan metode pengecekan DNA dari orangtua maupun anak korban.
Terkait sepuluh kantong jenazah lainnya, dua kantong sudah tiba di RS Polri sore tadi dan delapan lainnya berada di Posko Tanjung Priok untuk segera dibawa ke RS Polri. Arthur mengatakan, belum memeriksa kantong-kantong jenazah tersebut. "Belum kami tindak lanjuti. Baru 24 kantong saja yang sudah kami periksa hari ini," kata dia.
Penantian dan penyesalan keluarga
Keluarga korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Ppinang duduk di ruang tunggu Crisis Center Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (30/10/2018). (Antara)
Sementara itu, keluarga korban Lion Air JT 610 masih mendatangi sejumlah posko yang disiapkan untuk penanganan jatuhnya pesawat terbang itu, seperti di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, dan RS Polri, Kramatjati. Ibu salah satu korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610, Hj Marianna, menangis histeris saat sedang membuat laporan di pusat krisis Bandara Halim Perdanakusuma.
Sembari terisak, Marianna menyampaikan harapannya agar anaknya, M Nasir, salah satu korban jatuhnya pesawat, dapat ditemukan dalam kondisi selamat. "(M Nasir) anak saya satu-satunya, tempat saya mengadu, tempat curahan hati saya. Ya Tuhan, selamatkan anak saya," seru Marianna saat melapor, didampingi beberapa anggota keluarganya yang berdomisili di Bekasi.
Selepas memberi laporan, Marianna masih terlihat cukup emosional dan tidak berhenti terisak. Keluarga beserta petugas di pusat krisis yang menerima laporan berusaha menenangkan Marianna.
Di salah satu sudut pos pelayanan terpadu RS Polri Kramat Djati, Jakarta Timur, seorang perempuan berbaju hijau tosca tampak bolak-balik dan menenteng sejumlah berkas. Hidungnya masih memerah, wajahnya sayu, tergurat betul bagaimana ia masih meratapi kedukaan atas kepergian adiknya yang tanpa adanya firasat.
Tak tebersit pada Sabtu (27/10) sekitar pukul 23.00 WIB menjadi hari terakhir ia berkomunikasi via telepon dengan adiknya yang juga menjadi salah satu korban pesawat jatuh Lion Air JT 610, Daniel Wijaya. Saat itu, Daniel mengajaknya bertemu, tetapi ia tidak bisa karena sedang ada urusan lain.
Andai ia setujui, malam itu menjadi malam terakhir ia bertemu dengan adik kesayangannya, dan setidaknya rasa penyesalan yang datang mungkin tidak sebesar saat ini. “Belum sempat bertemu, cuma dia bilang malam itu, ‘Mau ketemu nggak?’. Tapi, saya menolak karena nggak bisa,” ujar perempuan bernama Emi Lestari itu.
Daniel merupakan karyawan PT Pertamina yang bertugas di Pangkal Pinang. Ia menuju ke Jakarta untuk menjalankan tugasnya yang juga sebagai karyawan PT Pertamina.
Dalam perjalanan ke Jakarta, Daniel (30 tahun) turut membawa istri, Risti Amelia (28), dan dua anaknya, yakni Radika Wijaya (5) dan Raflesia Wijaya (1).
“Saya nggak percaya, saya tanya-tanya dan lihat di berita ternyata benar ada. Ibu shock. Ke ibu pun nggak ada ngomong apa-apa karena malah nggak sempat ketemu. Dia (Daniel) cuma nengokin nenek doang,” kata Emi Lestari menceritakan pertama kali mendengar kabar kecelakaan pesawat terbang itu.