Senin 29 Oct 2018 19:27 WIB

Penanggulangan Pencemaran Laut Lintas Batas Diperbarui

Pencemaran berpotensi merusak lingkungan laut Indonesia atau Australia.

Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Australia melalui Australian Maritime Safety Authority (AMSA) menandatangani Nota Kesepahaman tentang Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Laut Lintas Batas atau Memorandum of Understanding (MoU) on Transboundary Marine Pollution Preparedness and Response, Senin (29/10), di Nusa Dua, Bali.
Foto: Foto: Humas Ditjen Hubla
Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Australia melalui Australian Maritime Safety Authority (AMSA) menandatangani Nota Kesepahaman tentang Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Laut Lintas Batas atau Memorandum of Understanding (MoU) on Transboundary Marine Pollution Preparedness and Response, Senin (29/10), di Nusa Dua, Bali.

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Australia melalui Australian Maritime Safety Authority (AMSA) menandatangani Nota Kesepahaman tentang Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Laut Lintas Batas atau Memorandum of Understanding (MoU) on Transboundary Marine Pollution Preparedness and Response, Senin(29/10) di Nusa Dua Bali.

Penandatanganan MoU dilakukan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut R Agus H Purnomo mewakili Pemerintah Indonesia bersama dengan Chief Executive Officer Australian Maritime Safety Authority Mr Mick Kinley mewakili Pemerintah Australia, yang dilaksanakan di sela-sela Pertemuan Our Ocean Conference (OCC) 2018 di Nusa Dua, Bali.

Adapun Indonesia dan Australia telah membahas MoU ini sejak 2016 untuk mengembangkan pemahaman yang lebih kuat, di antara kedua negara, di bidang kesiapsiagaan, pencegahan, tanggapan, dan mitigasi untuk memerangi polusi laut. Selanjutnya, MoU ini akan menggantikan MoU tahun 1996 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Minyak yang dianggap perlu pembaruan.

Agus mengungkapkan, dalam banyak hal, Indonesia dan Australia sebagai negara tetangga yang saling berbagi sumber daya dan peluang maritim menghadapi tantangan yang sama. "Tantangan yang dihadapi adalah semakin meningkatnya pengelolaan lautan dan wilayah pesisir yang berpotensi mengalami kerusakan lingkungan, pencemaran dari aktivitas pelayaran, dan eksploitasi minyak yang tentu saja harus dicegah, dikurangi, dan dikendalikan," ujarnya dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Senin (29/10)

Dalam MoU yang berlaku selama 5 (lima) tahun ini diatur mengenai cara penanganan penanggulangan pencemaran di laut, bila kejadian pencemaran memiliki risiko untuk lintas batas negara Indonesia dan Australia, yang dapat berpotensi merusak lingkungan laut Indonesia atau Australia.

"Kami sepakat bahwa salah satu negara dapat meminta Operasi Penanggulangan Pencemaran Bersama untuk ancaman atau kejadian pencemaran lingkungan di laut yang dapat menimbulkan kerusakan serius pada wilayah laut dan di luar kemampuan penanggulangan pencemaran salah satu negara," kata Agus.

Selanjutnya, Pemerintah Indonesia menyampaikan penghargaan kepada Pemerintah Australia, khususnya kepada Australian Maritime Safety Authority (AMSA) dan Kedutaan Besar Australia, atas kerja sama dan dukungannya selama ini kepada Indonesia.

"Hari ini akan ditandai sebagai hari penting bagi kedua negara yang telah menyatakan kesediaan dan mengharapkan kerja sama maritim yang positif di masa depan," ujarnya.

Pada kesempatan tersebut, Agus juga menyampaikan ucapan terima kasih atas perhatian pihak Australia atas musibah kecelakaan pesawat Lion Air yang terjadi pagi hari ini.

"Mohon doa dan dukungannya agar proses evakuasi dapat berjalan dengan lancar," tuturnya.

Adapun kedua negara sepakat memilih Bali sebagai tempat acara penandatanganan MoU yang juga bertepatan dengan kegiatan Our Ocean Conference 2018 adalah karena dapat menunjukkan pada dunia akan kesungguhan Indonesia dan Australia dalam kegiatan pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan laut, di mana marine pollution adalah salah satu dari 6 (enam) areas of action kegiatan OCC 2018.

Sebagai informasi, Our Ocean Conference 2018 merupakan pertemuan tahunan yang mengundang para pemimpin dunia dalam upaya pengelolaan laut yang berkelanjutan. Tema OCC 2018 adalah “Our Ocean, Our Legacy”, yang mencerminkan pilihan dan tindakan kita bersama untuk mempertahankan sumber daya laut yang berkelanjutan sekaligus menjaga kesehatan laut, sebagai warisan yang diberikan kepada anak-anak dan cucu kita.

Pada forum tersebut, Ditjen Perhubungan Laut diminta untuk mengajukan kegiatan yang akan diajukan sebagai Komitmen Pemerintah Indonesia terkait Marine Protected Area di OOC 2018.  "Pada forum OOC, kami akan mengajukan program particularly sensitive sea area (PSSA) untuk perlindungan lingkungan di Pulau Nusa Penida ke International Maritime Organization (IMO), di mana proses pengajuan ini dimulai sejak 2016 dan direncanakan pengajuan penuh akan disampaikan pada sidang Marine Environment Protection Committee (MEPC) 74 pada 2019," ujar Agus. 

Di sela-sela acara, dilakukan juga beberapa kegiatan, di antaranya Bilateral Lunch Meeting antara Indonesia-Australia yang membahas mengenai perkembangan MoU ke depan dan isu pengajuan submisi Indonesia di IMO tentang Traffic Seperate Scheme (TSS) Selat Sunda, GHG dan Pembatasan Sulfur, reformasi IMO, dan ITSAP.

Selain itu, pada acara OOC 2018, Kemenhub juga turut berpartisipasi pada Pameran OOC 2018 yang mengangkat tema "Marine Pollution dan Maritime Security" sebagai areas of action yang ditampilkan di stan pameran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement