REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin, Arsul Sani, mengatakan, momen peringatan sumpah pemuda harus digunakan sebagai refleksi sikap dalam berbangsa dan bernegara. Sebab, para pemuda saat itu telah mengorbankan berbagai hal untuk menyatukan bangsa ini.
"Misalnya tokoh bangsa dari Jawa yang mayoritas, tidak menuntut bahasa Jawa menjadi bahasa nasional kemudian tokoh-tokoh Islam juga tidak memaksakan dari sejak awal bahwa Islamlah yang harus memimpin, yang harus menjadi agama resmi negara pada saat Sumpah Pemuda," kata dia, Ahad (28/10).
Arsul melanjutkan, saat ini yang perlu dilakukan anak-anak bangsa sekarang adalah cukup menjaga kesatuan dengan tidak merusak apa yang telah dilakukan tokoh-tokoh bangsa terdahulu. Ia juga mengingatkan semua pihak untuk tidak merusak dengan menyebarkan hoaks ataupun ujaran kebencian.
Baca juga: Anwar Ibrahim Kagumi Idealisme di Balik Sumpah Pemuda
"Jangan merusaknya dengan hoaks, dengan ujaran kebencian, dengan fitnah, dengan kemudian mendatangkan paham-paham impor yang sifatnya transnasional dari luar negeri untuk hal-hal yang sudah selesai," ujarnya.
Arsul juga menyinggung soal paham khilafah. Ia menegaskan paham tersebut memang tidak salah. Hanya saja, itu tidak menjadi kesepakatan di Indonesia. Pendiri bangsa ini sudah bersepakat dengan adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Paham khilafah enggak salah, tapi itu enggak menjadi kesepakatan kita. Bernegara kita ya dengan NKRI, dengan sistem presidensial, ya itu kita terimalah sebagaimana Arab Saudi dengan kerajaan, Iran dengan republik," tutur dia.