Sabtu 27 Oct 2018 19:42 WIB

Mencoba Mengais yang Berharga Usai Bencana

Pemerintah atau pihak terkait diharapkan tidak serta-merta meratakan tanah Balaroa.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Endro Yuwanto
Masyarakat Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) mencoba mencari sisa-sisa berharga dari rumahnya yang hancur karena bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi, seperti surat, besi, pakaian, Sabtu (27/10).
Foto: Republika/Umi Nur Fadhilah
Masyarakat Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) mencoba mencari sisa-sisa berharga dari rumahnya yang hancur karena bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi, seperti surat, besi, pakaian, Sabtu (27/10).

REPUBLIKA.CO.ID, Genap sebulan gempa berkekuatan 7,4 SR meluluh-lantahkan Kota Palu, Sulawesi Selatan, dan sekitarnya. Warga korban gempa mulai bangkit.

Tamsir Sikopo berteriak, "Hei cepat-cepat. Itu ada bantuan." Suaranya yang lantang menarik banyak perhatian orang-orang yang tengah mengais sisa-sisa "hartanya". Dia berjalan menyusuri gundukan tanah tak rata bercampur reruntuhan bangunan di Kecamatan Balaroa.

Pria berusia 60 tahun itu berjalan sembari membopong sekarung bantuan yang baru saja didapat dari TNI. Isinya ada tiga paket, berupa mie instan beraneka rasa dan merek, satu bungkus biskuit, dan beras. Tiga paket bantuan itu untuk dirinya dan saudaranya. Sebab, satu paket diperuntukkan untuk satu kepala keluarga (KK).

Tamsil memang warga Balaroa. Ia bersama warga lainnya kehilangan rumahnya, bergeser dari posisi awal, kemudian rata dengan tanah.

Tamsil kerap datang ke bekas rumahnya, hanya sekadar mengais barang berharga, seperti surat-surat, besi, pakaian. Tidak berharap bisa menyelamatkan barang elektronik dan motor. Apalagi ternak-ternaknya. "Tiap hari ke sini, ambil surat-surat, ijazah. Sebelum ada rencana perataan (dari pemerintah)," ujar dia.

Tamsil berharap pemerintah atau pihak terkait tidak serta-merta meratakan tanah Balaroa. Sebab, dia masih ingin mencari harta benda yang tersisa. "Maunya bongkar manual saja biar bisa amankan yang bisa diamankan. Banyak loh penjarahan (di bekas reruntuhan bangunan)," kata dia.

Tamsil bukan satu-satunya warga yang mengais "harta" di Balaroa. Banyak warga lainnya yang mencoba mengumpulkan apa yang bisa dimanfaatkan, seperti serpihan besi, atap seng, dan pakaian.

Warga lainnya bernama Yaser (42 tahun) mencoba mencari surat-surat berharga di reruntuhan yang diperkirakan adalah rumahnya. Dia mengatakan rumahnya bergeser cukup jauh, sekitar dua meter. Sehingga, dia cukup kesulitan menemukan bekas bangunan rumahnya.

Warga bernama Abdul Rokhim yang masih keponakan Tamsil tengah memandangi kayu-kayu di tumpukan reruntuhan. Dia mengenang, kayu itu ada di lantai dua rumahnya. Model rumahnya berdempetan seperti ruko, tetapi ambles saat likuefaksi terjadi.

Saat ini, Rokhim mengungsi di rumah kerabat lainnya. Rencananya, dia membangun rumah lagi di pinggiran Kota Palu.

Berdasarkan pantauan Republika.co.id, aktivitas masyarakat Kota Palu, Petobo, Balaroa mulai normal. Jalanan mulai ramai dilalui kendaraan. Bahkan ada kemacetan di beberapa titik karena penumpukan kendaraan.

Selain itu, sejumlah pertokoan dan waralaba sudah buka. Pun banyak masyarakat yang mulai berbelanja. Selain pertokoan, banyak pasar dadakan yang menjadi lokasi berjualan sederhana masyarakat. Beberapa kedai makanan juga sudah beroperasi normal melayani pelanggan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement