REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian menyatakan akan mengusut secara penuh kasus pembakaran bendera hitam bertuliskan lafadz Tauhid pada acara Peringatan Hari Santri Nasional di Garut, Senin (22/10) lalu. Pengunggah pertama video pembakaran itu pun dicari oleh pihak kepolisian.
"Direktorat Tindak Pidana Siber melakukan investigasi siapa peng-upload (pengunggah) pertama," kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Polisi Arief Sulistyanto di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (26/10).
Arief mengatakan, video ini menimbulkan silang pendapat di media massa maupun media sosial yang akhirnya menjadi perdebatan di lingkup publik. Keadaan ini kemudian menimbulkan upaya di media sosial untuk mobilisasi massa gerakan menyikapi pembakaran tersebut.
"Ini jelas tidak menguntungkan dari aspek keamanan dan ketertiban masyarakat," kata Arief. Ia juga meminta agar adanya mobilisasi massa dihentikan demi kedamaian dan kondusivitas masyarakat.
Terkait kasus pembakaran sendiri, kepolisian mengaku telah melakukan pemeriksaan secara menyeluruh mulai dari perencanaan acara Hari Santri Nasional di Garut hingga terjadinya insiden pembakaran bendera pada saat acara tersebut usai, Senin (22/10) lalu. Polisi menyatakan tidak ada unsur pidana dalam pembakaran itu.
Tidak adanya unsur pidana, karena polisi menyebut pelaku tidak memiliki niat jahat yang dilakukan pelaku. Pelaku membakar bendera karena menganggap bendera hitam bertuliskan lafadz Tauhid itu sebagai bendera Hizbut Thahrir Indonesia (HTI), organisasi terlarang UU.
Sedangkan seorang pembawa bendera, Uus Sukmana (34 tahun) menjadi incaran pendalaman oleh pihak kepolisian. Pasalnya, aturan acara Hari Santri Nasional di Garut itu tidak memperolehkan adanya bendera selain merah putih.
"Tindakan pembakaran ini karena adanya seseorang yang mengibarkan di upacara resmi di hari santri itu. Kalau seandainya saudara Uus ini tidak mengibarkan maka tidak akan terjadi pembakaran," kata Arief.
Uus belum ditetapkan sebagai tersangka. Namun Uus bisa terancam pasal 174 KUHP tentang mengganggu rapat umum dengan ancaman maksimal hukuman penjara selama tiga pekan.