REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian melakukan pemeriksaan pada Uus Sukmana (34 tahun) pria yang membawa bendera hitam bertuliskan lafadz Tauhid dalam kasus pembakaran bendera. Dari hasil pemeriksaan sementara, Uus membawa bendera tersebut karena senang semata.
"Dia senang saja dengan bendera itu. Iya, di BAP (berita acara pemeriksaan) mengatakan dia senang dengan bendera itu," kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Polisi Arief Sulistyanto, Jumat (26/10).
Dalam kasus ini, kepolisian mengaku telah melakukan pemeriksaan secara menyeluruh mulai dari perencanaan acara Hari Santri Nasional di Garut hingga terjadinya insiden pembakaran bendera pada saat acara tersebut usai, Senin (22/10) lalu. Polisi menyatakan tidak ada unsur pidana dalam pembakaran itu.
Tidak adanya unsur pidana, karena polisi menyebut pelaku tidak memiliki niat jahat yang dilakukan pelaku. Pelaku membakar bendera karena menganggap bendera hitam bertuliskan lafadz Tauhid itu sebagai bendera Hizbut Thahrir Indonesia (HTI), organisasi terlarang UU. Kepolisian sendiri menyatakan bendera tersebut sebagai bendera HTI atas pendapat sejumlah ahli.
Sedangkan pembawa bendera tersebut menjadi incaran pendalaman oleh pihak kepolisian. Pasalnya, aturan acara Hari Santri Nasional di Garut itu tidak memperolehkan adanya bendera selain merah putih.
"Tindakan pembakaran ini karena adanya seseorang yang mengibarkan di upacara resmi di hari santri itu. Kalau seandainya saudara Uus ini tidak mengibarkan maka tidak akan terjadi," kata Arief.
Uus belum ditetapkan sebagai tersangka. Namun Uus bisa terancam pasal 174 KUHP tentang mengganggu rapat umum dengan ancaman maksimal hukuman penjara selama tiga pekan.
Pasal itu berbunyi, barangsiapa dengan sengaja mengganggu rapat umum yang tidak terlarang, dengan mengadakan huru hara, atau membuat gaduh, dihukum penjara selama-lamanya tiga minggu atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900.
"Sebenarnya saudara Uus inilah orang yang ingin mengganggu kegiatan Hari Santri Nasional itu," kata Arief Sulistyanto saat konferensi pers hasil penyelidikan soal pembakaran bendera di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (26/10).
Acara peringatan Hari Santri Nasional itu, kata Arief adalah acara resmi dengan izin kepolisian. Arief menjelaskan, peraturan dalam acara itu tidak memperbolehkan peserta membawa bendera apapun selain bendera merah putih.
Namun, lanjut Arief, Uus justru membawa bendera hitam bertuliskan lafadz Tauhid, yang diidentifikasi polisi dan Banser sebagai bendera HTI. Bendera itu, kata Arief dikibar-kibarkan di tongkat bambu di menjelang acara peringatan usai.
Uus pun diminta untuk meninggalkan lokasi acara. Sementara, bendera yang dibawa Uus dibakar Banser dengan alasan agar bendera itu tidak dipakai lagi.
"Kalau seandainya saudara Uus ini tidak mengibarkan maka tidak akan terjadi," kata Arief Sulistyanto.
Kendati demikian, Uus belum ditetapkan tersangka. Menurut Arief, polisi masih melakukan pemeriksaan pada Uus sejak Kamis (26/10) hingga Jumat (26/10). Dengan ancaman hukuman yang jauh lebih kecil dari lima tahun penjara, maka Uus tidak ditahan.
Dalam perkembangan kasus ini, tiga pembakar bendera tidak dikenai unsur pidana karena tidak adanya unsur kesengajaan atau niat jahat (mens rea) dalam pembakaran bendera.
Untuk diketahui, pembakaran bendera itu terjadi saat perayaan Hari Santri Nasional di Lapang Alun-alun Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut pada Senin (22/10). Polisi mengusut pembakaran bendera ini setelah video pembakaran itu membuat perdebatan di dunia.