REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari, menilai banyaknya kepala daerah dari PDIP yang terseret kasus korupsi tidak terlalu memengaruhi elektabilitas suara partai. Menurutnya, kasus korupsi punya pengaruh yang besar terhadap elektabilitas jika yang tersangkut adalah elite di pimpinan pusat partai.
"Misalnya Partai Demokrat. Pada 2009 Demokrat menang pemilu, pada 2014 anjlok. Ini tidak bisa dilepaskan dari kasus korupsi yang menyeret pimpinan Partai Demokrat. Seperti Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, Nazaruddin, Angelina Sondakh, ini kan nama-nama populer," kata dia kepada Republika.co.id, Jumat (25/10).
Apalagi, tambah Qodari, Anas saat itu menjabat sebagai ketua umum Partai Demokrat sehingga berdampak signifikan terhadap elektabilitas partai. Juga Nazaruddin, yang ditersangkakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi saat menduduki posisi bendahara umum Partai Demokrat.
Qodari pun menyinggung soal kasus korupsi suap impor daging sapi yang menyeret Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq. Kasus yang menyeret nama-nama besar di kedua partai tersebut, membuat suaranya turun di Pemilu 2014. Demokrat kehilangan sekitar separuh suara dibandingkan Pemilu 2009.
"Suara Demokrat hilang sekitar separuh, dari 20 persen koma sekian menjadi 10 persen koma sekian. Kalau PKS, turun beberapa persen, sekitar 1 atau nol koma sekian persen," ujarnya.
Karena itu, menurut Qodari, PDIP tidak begitu terpengaruh meski banyak kepala daerahnya yang terseret kasus korupsi. "Jadi baru berpengaruh signifikan kalau yang kena (kasus korupsi) itu adalah pimpinan partai di tingkat pusat, karena eksposurnya bersifat nasional dan luas," katanya.
Apalagi, lanjut Qodari, saat ini masyarakat memilih partai lebih berdasarkan ketokohan. Tokoh-tokoh PDIP seperti Joko Widodo dan Ganjar Pranowo, punya andil yang cukup untuk meningkatkan suara partai. Tiap partai punya faktor yang menurunkan suara, tapi juga punya faktor pengangkatnya.
"Misalnya PDIP ada yang kena masalah, tapi ada juga yang populer, seperti Ganjar di Jawa Tengah, itu kan populer. Jadi ada yang menurunkan, ada yang meningkatkan," ucap dia.
Sepanjang tahun ini ada total 22 kepala daerah yang terlibat kasus korupsi. Kader PDIP menjadi yang paling banyak tersangkut kasus itu dengan jumlah sembilan orang. Sembilan ini, antara lain Bupati Ngada Marianus Sae, Bupati Bandung Barat Abu Bakar, dan Bupati Buton Selatan Agus Feisal Hidayat.
Enam sisanya yakni Bupati Buton Selatan Agus Feisal Hidayat, Bupati Purbalingga Tasdi, Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, Wali Kota Blitar Muhammad Samnhudi Anwar, Bupati Kabupaten Labuhanbatu Pangonal Harahap, dan terbaru adalah Bupati Cirebon Sunjaya Purwadi Sastra.
Sementara Partai Golkar ada di posisi kedua setelah PDIP dengan jumlah lima orang. Lima ini adalah Bupati Jombang Nyono Suharli, Bupati Subang Imas Aryuminingsih, Bupati Kabupaten Bener Meriah Ahmadi, Wali Kota Pasuruan Setiyono dan Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto menilai, partai politik harus konsisten menyaring kadernya yang akan dicalonkan dalam Pemilihan Umum (Pemilu). Menurut dia, partai politik memiliki tugas untuk membangun peradaban Indonesia.
Ia menegaskan, hal itu menjadi bagian dari komitmen partai. "Kalau PDI Perjuangan taat bahwa di dalam proses pencalonan, kami tidak akan mencalonkan yang punya persoalan-persoalan hukum, khususnya korupsi," kata dia.
Ia mengatakan, tugas partai adalah membangun peradaban Indonesia. Karena itu, seluruh proses pencalonan wakil rakyat bisa dipertanggungjawabkan oleh partai.
Ia menambahkan, partai politik harus terus-menerus melakukan perbaikan di internal untuk meningkatkan akuntabilitas di mata rakyat. "Dan kami konsisten, khusus yang terkena korupsi itu kami berikan sanksi pemecatan, yang terkena OTT kami berikan sanksi pemecatan seketika," tegas dia.