REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerapan sistem ganjil-genap hanya berhasil mengalihkan 24 persen pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum. Angka itu berdasarkan hasil riset Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan.
"Terdapat 24 persen angkutan pribadi beralih ke angkutan umum dari 24 persen itu ke massal 38 persen, 20 persen ke bus umum, 18 menggunakan KRL," kata Kepala Balitbang Kemenhub Soegihardjo dalam konferensi pers Evaluasi Penerapan Kebijakan Ganjil-Genap di Wilayah Jabodetabek di Jakarta, Kamis (25/10).
Namun, riset itu menunjukan lebih banyak pengguna kendaraan pribadi beralih ke angkutan pribadi sewa seperti taksi, baik taksi daring maupun konvensional. "Yang beralih ke taksi atau ojek online ada 39 persen, taksi reguler 7,5 persen, dan memilih naik motor sembilan persen," katanya.
Selain itu, ia menambahkan, masih banyak yang tetap menggunakan kendaraan pribadi, yakni 53 persen. Sugihardjo merinci, masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi ini 37 persen menggunakan jalur alternatif dan 16 persen memiliki dua mobil, baik itu ganjil maupun genap.
Ia menyimpulkan apabila diterapkan secara resmi permanen, kemungkinan besar masyarakat akan membeli mobil baru ataupun bekas baik ganjil maupun genap sebanyak 30 persen. Langkah itu untuk menghindari ganjil-genap.
Dalam kesempatan yang sama, Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menilai untuk tetap menarik masyarakat menggunakan transportasi umum adalah dengan menurunkan tarif. Ia mencontohkan di China, tarif KRL hanya dua yuan, kemudian bus satu yuan.
"Untuk koridor tertentu digratiskan, bahkan KRL sampai 10.000 kilometer, kalau kita baru 1.200 kilometer," katanya.