REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengirimkan tim ke Polda Metro Jaya untuk memeriksa Ratna Sarumpaet terkait laporan soal informasi hoaks. Dalam pemeriksaan itu, Bawaslu mencari tahu tentang motivasi Ratna Sarumpaet menyampaikan informasi hoaks.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo mengungkapkan, Ratna Sarumpaet diperiksa selaku pihak terlapor kasus dugaan pelanggaran pemilu terkait informasi hoaks. Karena Ratna sedang berada dalam tahanan, Bawaslu berkoordinasi dengan kepolisian untuk melakukan pemeriksaan.
"Kepolisian juga sudah bersedia. Sehingga, kami mengirim tim klarifikasi, yakni tenaga ahli dan staf pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan di Polda Metro Jaya hari ini," ujar Ratna Dewi ketika dijumpai wartawan di kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (24/10).
Dalam klarifikasi itu, Bawaslu mencari tahu detail peristiwa pernyataan informasi hoaks oleh Ratna Sarumpaet. Latar belakang dan penyebab keluarnya informasi hoaks dari mantan tim sukses pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ini juga akan didalami.
Ratna Dewi menambahkan, jika keterangan Ratna Sarumpaet sudah dianggap mencukupi, Bawaslu segera melakukan kajian atas kasus ini. Sebab, Bawaslu pada Selasa (23/10) juga sudah mendengar keterangan KPU sebagai saksi ahli.
"Kalau memenuhi unsur-unsur pelanggaran (pidana pemilu), akan kami teruskan ke kepolisian. Kalau tidak mengandung unsur-unsur pidana, tidak akan kami lanjutkan ke proses penyidikan," kata Ratna Dewi.
Sebelumnya, Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengatakan, informasi hoaks yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet bukan merupakan bentuk kampanye Pemilu 2019. Informasi bohong soal penganiayaan itu justru diduga ada kaitannya dengan pelanggaran hukum UU ITE.
Menurut Wahyu, pada Selasa, KPU telah memberikan keterangan atas kasus Ratna Sarumpaet ini. KPU dimintai keterangan sebagai saksi ahli.
"Kalau dalam pandangan saya bahwa pernyataan berita bohong Ibu Ratna Sarumpaet itu tidak terkait dengan kampanye Pemilu 2019. Bahwa itu tidak ada dugaan pelanggaran hukum pemilu, tetapi terkait dengan dugaan pelanggaran hukum UU ITE," ujar Wahyu kepada wartawan, Selasa malam.
Hal yang mendasari pendapatnya, yakni definisi kampanye dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Dalam aturan itu, yang dimaksud kampanye yakni kegiatan meyakinkan pemilih dengan menyampaikan visi, misi, program, dan/atau citra diri.
"Kalau ada pihak yang menyatakan bahwa hal tersebut melanggar komitmen kampanye damai, ya bisa saja. Tetapi, setelah kami kaji bahwa definisi kampanye sudah jelas. Maka, pernyataan Bu Ratna tidak terkait kampanye untuk pemilu," kata Wahyu.