Rabu 24 Oct 2018 15:56 WIB

PN Jaksel Tolak Praperadilan Irwandi Yusuf

Hakim praperadilan menilai operasi tangkap tangan KPK terhadap Irwandi sah.

Istri dari tersangka Gubernur Aceh nonaktif, Irwandi Yusuf, Darwati A. Gani usai menjalani pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (31/7).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Istri dari tersangka Gubernur Aceh nonaktif, Irwandi Yusuf, Darwati A. Gani usai menjalani pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (31/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Hakim tunggal Riyadi Sunindio Florentinus menolak gugatan praperadilan gubernur nonaktif Aceh, Irwandi Yusuf terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (24/10). Dalam amar putusannya, Hakim Riyadi mengatakan hakim praperadilan PN Jakarta Selatan menolak seluruh gugatan Irwandi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Hakim (praperadilan) menyatakan tindak tangkap tangan yang dilakukan oleh termohon (KPK) sah dan berkekuatan hukum yang mengikat," sebut Riyadi saat membacakan amar putusan.

Ia juga mengatakan, bahwa proses penyelidikan, penyidikan, penahanan yang dilakukan KPK terhadap Irwandi sah secara hukum. Alhasil, Hakim Riyadi pun memerintahkan agar KPK melanjutkan proses penyelidikan dan penyidikan terhadap terduga suap Irwandi Yusuf.

Dalam poin terakhir amar putusan, hakim PN Jakarta Selatan itu memerintahkan Irwandi untuk membayar biaya perkara sebesar nihil. Irwandi melalui kuasa hukumnya, Santrawan T Paparang dan Haposan P Batubara melayangkan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan terkait aksi tertangkap tangan yang dilakukan KPK ke gubernur nonaktif Aceh itu pada 3 Juli.

KPK menangkap Irwandi Yusuf sekitar pukul 20.00 WIB, 3 Juli atas dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) Tahun Anggaran 2018. Menurut pihak kuasa hukum, aksi tertangkap tangan yang dilakukan KPK tidak sah karena laporan kejadian tindak pidana baru terbit pada 4 Juli.

Pihak Irwandi juga keberatan dengan kesalahan pengetikan tanggal yang terdapat pada surat penahanan, dan penyebutan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang tidak ada dalam aturan perundang-undangan di Indonesia. Namun dalam pertimbangannya, Hakim Riyadi menilai proses penangkapan lebih cepat dari penerbitan laporan kejadian karena penyidik KPK membutuhkan waktu cepat untuk segera mengumpulkan bukti-bukti.

Perihal penyebutan OTT, Hakim Riyadi menyatakan apa pun namanya, istilah tersebut merujuk pada kata 'tertangkap tangan' yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sementara itu, terkait kesalahan pengetikan tanggal, hakim telah memeriksa bahwa kekeliruan tersebut tidak menyasar hal yang substantif, sehingga surat penahanan terhadap Irwandi tetap sah dan berkekuatan hukum mengikat.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement