REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Api masih kadang muncul di lereng Gunung Merbabu meski sudah api dipadamkan dengan semprotan air. Namun kondisi dedaunan tanaman perdu dan rerumputan --yang umumnya-- telah mengering, di hutan kawasan Balai Taman Nasional Gunung Merbabu (BTNGMb) ternyata semakin mudah terbakar. kendati hanya terpapar serpihan bara yang terbawa angin.
Hal ini ditengarai menjadi penyebab mengapa hingga saat ini masih sering muncul titik api baru di lokasi hutan BTNGMb yang sebelumnya terbakar. Sehingga jika tidak ditangani dengan tuntas dikhawatirkan bisa membesar dan kembali menimbulkan kobaran api.
Analisa ini diungkapkan Kepala BTNGMb, Edy Sutiyarso saat dikonfirmasi perihal penanganan kebakaran di hutan BTNGMb, yang masih berlangsung di lereng gunung Merbabu, di wilayah Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Rabu (24/10). Dalam beberapa hari terakhir, jelasnya, upaya Satgas Penanganan Bencana Kebakaran di Hunung Merbabu, masih disibukkan dengan kembali munculnya titik api di kawasan hutan yang terbakar. Baik di wilayah Dusun Ngaduman, Gedong dan Dusun Thekelan.
“Kecil kemungkinan ini disebabkan oleh ulah manusia. Karena sebelum kebakaran pun, aktivitas pendakian di lereng gunung Merbabu sebenarnya sudah dihentikan dari berbagai basecamp pendakian,” ungkapnya.
Asap masih mengepul dari hutan gunung Merbabu, di atas Basecamp pendakian Tekelan, di Dusun Tekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupatrn Semarang, Selasa (16/10) sore. BNPB akan mendukung uoaya pemadaman api yang membakar lereng Merbabu, dari udara
Namun, Edy menjelaskan, sangat dimungkinkan hal ini dipicu oleh kondisi vegetasi yang memang sudah mengering, akibat musim kemarau yang panjang. Selain dedaunan tanaman perdu dan rerumputan, tanaman yang sudah tumbang dan akhirnya mengering juga berpotensi menjadi pemicu.
Ia memperkirakan, tonggak maupun batang pohon tumbang yang telah mengering dan kemudian terbakar, besar kemungkinan masih menyimpan bara api. Terutama di lokasi yang selama ini tidak terjangkau oleh upaya pemadaman secara manual dari darat.
Pada saat angin bertiup kencang, dia mengatakan, bisa saja menerbangkan serpihan bara dan akhirnya jatuh dan menerpa dedaunan kering di sekitarnya. “Jika dianalogikan, seperti halnya arang yang membara dan kemudian dikipasi akhirnya bisa menyala menjadi api,” tandasnya.
Sehingga, lanjutnya, di lokasi masih sering muncul titik api di kawasan hutan yang sebelumnya sudah terbakar. Selain memang cuaca yang cukup terik, angin di lokasi lereng Merbabu yang terbakar juga bertiup kencang. “Saya kira inilah kemungkinannya,” tambah Edy.
Kebakaran yang melanda Taman Nasional Gunung Merbabu terlihat dari kawasan Ngablak, Magelang, Jawa Tengah (ilustrasi).
Terpisah, Kepala Pelaksana harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Semarang, Heru Subroto mengamini, jika titik api masih sering muncul dari lokasi yang telah terbakar. Namun upaya penanganan ini akan terus dilakukan hingga tuntas, baik melalui upaya manual maupun dukungan pemadaman dari udara.
Ia juga mengungkapkan, sejak dikerahkan mulai Rabu (17/10) lalu hingga Selasa (23/10) kemarin, helikopter water bombing dukungan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), total sudah melakukan 76 kali pengeboman air dari udara. Baik untuk pemadaman titik api maupun untuk pendinginan. “Hari ini, masih dilakukan upaya pemantauan terhadap munculnya titik api dari lokasi hutan BTNGMb yang telah terbakar, oleh personel Satgas yang disiagakan dari basecamp Thekelan,” katanya.