REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, praktek suap untuk kepentingan korporasi, baik dalam perizinan ataupun pengerjaan proyek yang didanai APBN/APBD perlu dihadapi dengan pendekatan yang lebih komprehensif.
"Caranya adalah dengan keterlibatan banyak pihak, seperti asosiasi-asosiasi perusahaan, komitmen top level korporasi yang harus diturunkan secara tegas dalam bentuk aturan internal dan pengawasan yang ketat, hingga komitmen dari pemerintah yang juga harus seimbang," kata Febri belum lama ini.
Karena, sambung Febri, suap tersebut terjadi lantaran pertemuan kehendak kedua pihak baik pemerintah atau birokrasi dan swasta. Saat ini, KPK telah melakukan sejumlah inisiatif Pencegahan terkait hal tersebut.
"Namun, sekali lagi, komitmen dari pihak pihak yang diminta berbuat sesuatu sangat penting. Kami percaya, bagi pelaku bisnis korupsi juga mengganggu berjalannya praktek bisnis yang sehat," tutur Febri.
Menurutnya, jika perizinan, konsesi ataupun proyek lebih berpeluang didapatkan karena faktor suap, maka persaingan yang wajar tidak akan terwujud. Karena itu, KPK juga mengajak seluruh pelaku usaha membuat standar yang kuat untuk tidak mengalokasikan uang yang akan diberikan pada pejabat. Baik berupa entertaint berlebihan, fasilitas khusus ataupun dlm bentuk uang secara langsung.
Melihat hal tersebut Kedeputian Bidang Pencegahan, KPK juga telah melakukan kegiatan pencegahan korupsi dari supply side atau pemberi suap dan gratifikasi melalui pencegahan korupsi swasta. Berikut 10 program yang dilakukan selama ini :
1. Penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengendalian Gratifikasi yang saat ini sedang berjalan di Kementerian Hukum dan HAM.
Draf RPP ini diusulkan oleh KPK dan disambut baik oleh Presiden dengan menerbitkan izin prakarsa agar dibahas lebih lanjut di Kemenkumham. RPP ini juga mengatur hubungan antara pihak swasta dengan pemerintah agar tidak melakukan pemberian gratifikasi pd pegawai negeri atau penyelenggara negara.
Selain itu, di salah satu Bank BUMN telah mulai diatur secara internal, jika ada pihak swasta atau pihak luar memberikan gratifikasi pada pegawai atau pejabat bank tsb, maka dimungkinkan pemutusan hubungan kerjasama.
2. Membangun koalisi dan advokasi bersama di tingkat pusat dalam wadah Komite Advokasi Nasional (KAN) di sektor infrastruktur termasuk property, migas dan tambang, kesehatan, pendidikan, kehutanan dan sektor pangan.
3. Membangun Koalisi Advokasi Daerah di 34 provinsi untuk memperkuat jafingan advokasi dan koalisi si daerah.
4. Menerbitkan panduan pencegahan korupsi sektor swasta baik perusahaan besar dan UKM.
5. Mensosialisasikan resiko hukum bagi perusahaan sebagai subyek hukum (legal person) dan tanggung jawab pidananya (Corporate criminal liability) sebagaimana diatur dalam peraturan Mahkamah Agung No.13 tahun 2016.
6. Memberikan pemahaman dasar anti korupsi dengan sosialisasi di korporasi
7. Menyusun panduan Indonesia melawan uang pelicin bersama Tranparensy International Indonesia dan mensosialisasikannya
8. Mendorong kemampuan penecegahan korupsi di internal perusahaan dengan memberikan sertifikasi dan pelatihan Ahli Pembangun Integritas di kalangan korporasi
9. Kampanye dan gerakan profit (profesional berintegritad) di kalangan bisnis. untuk melawan korupsi di dunia bisnis.
10. Terus mendorong penegakan hukum pelanggaran pidana di korporasi sebagaimana diatur UU Tipikor sebagai upaya penjeraan.
Saat ini, korporasi yang telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK di antaranya PT Duta Graha Indah yang telah berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring, PT Nindya Karya (Persero) dan PT Tuah Sejati. Penetapan korporasi sebagai tersangka korupsi korporasi yang telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK di antaranya PT Duta Graha Indah yang telah berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring, PT Nindya Karya (Persero) dan PT Tuah Sejati.
Penetapan korporasi sebagai tersangka korupsi ini berdasarkan pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi. berdasarkan pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.