REPUBLIKA.CO.ID, KUDUS -- Awak angkutan perkotaan (angkot) maupun pedesaan di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, mulai merisaukan kehadiran angkutan daring atau online yang mulai menjamur di Kota Kudus. Mereka mendapati jumlah penumpang yang terangkut semakin berkurang.
Salah seorang sopir angkutan jurusan Terminal Jetak-Terminal Induk Jati Slamet, di Kudus, Jumat (19/10) mengaku, kehadiran angkutan daring membuat penumpang yang seharusnya bisa diangkut angkutan umum beralih menggunakan angkutan daring. "Ketika kehadiran angkutan umum dinilai terlalu lama, biasanya penumpang memilih menggunakan angkutan daring karena cukup lewat aplikasi di telepon genggam," ujarnya.
Menurut dia, angkutan daring kurang tepat beroperasi di Kota Kudus yang wilayahnya yang tidak terlalu luas. Keberadaan angkutan daring merugikan angkutan umum yang sudah lama ada.
"Agar angkutan umum tetap hidup, keberadaan angkutan daring seharusnya tidak perlu diizinkan beroperasi karena kabupaten tetangga juga tidak mengizinkan kehadiran mereka," ujarnya.
Meskipun merisaukan kehadiran angkutan daring yang semakin bertambah, awak angkutan penumpang di Kudus tidak sampai menggelar aksi penolakan seperti kabupaten tetangga. Sebagian besar angkutan penumpang di Kudus hanya melayani penumpang yang berangkat kerja di sejumlah pabrik rokok serta pelajar.
Ia mengungkapkan jumlah penumpang yang diangkut tidak sampai penuh karena harus berbagi dengan angkutan penumpang yang lainnya. Penghasilan yang diperoleh dalam sehari berkisar Rp100.000 hingga Rp150.000.
"Jika dikurangi dengan uang setoran berkisar Rp50.000 per hari serta biaya bahan bakar minyak (BBM) tentunya penghasilan yang bisa dibawa pulang sangat minim, bahkan sering tombok," ujarnya.
Yoyok, sopir angkutan penumpang lainnya mengakui hal serupa. Saat ini, jumlah penumpang yang menggunakan angkutan perkotaan semakin berkurang.
Ia menduga salah satu faktor penyebabnya karena merebaknya angkutan daring. "Mudah-mudahan pemerintahnya bisa mencarikan solusi yang tepat agar angkutan kota maupun pedesaan di Kudus tetap bisa beroperasi," ujarnya.
Yoyok tidak beroperasi selama sehari penuh untuk menekan biaya operasiona, yakni Rp50.000 per hari. Pemasukan yang diperolehnya bisa mencapai Rp100 ribuan lebih, sesuai jumlah penumpang yang diangkut.
Ketika mendapatkan penghasilan Rp100.000, Yoyok mengaku, hanya mendapatkan pemasukan Rp10.000 karena dipotong setoran dan biaya BBM. "Masih beruntung banyak buruh pabrik dan pelajar yang tetap setiap menggunakan angkutan perkotaan, meskipun ongkos untuk mereka sangat murah karena berkisar Rp2.000 hingga Rp5.000 per orang, sedangkan penumpang umum bisa mencapai Rp7.000/oang," ujarnya.
Selain faktor merebaknya angkutan daring, Yoyok menilai kemudahan membeli sepeda motor juga semakin membuat angkutan umum terpinggirkan dan sepi penumpang.
Operator angkutan daring yang hadir di Kabupaten Kudus ada dua, yakni Go-Jek dan Grab.