REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri membantah melakukan intervensi terhadap Muktamar XVII Persatuan Pemuda Muhammadiyah di wilayah-wilayah. Namun, Polri mengakui membangun komunikasi terkait muktamar PP Muhammadiyah yang rencananya akan digelar November mendatang.
"Jadi tidak Pemuda Muhammadiyah saja, ketika ada organisasi pemuda yang akan melakukan munas, melakukan kegiatan pusat pasti teman-teman (polisi) di wilayah melakukan komunikasi," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto, Kamis (18/10).
Setyo mengatakan, wajar bila ada pertanyaan yang diajukan. Pertanyaan itu, misalnya, bila suatu acara muktamar digelar di Ibu Kota, maka polisi akan menanyakan berapa jumlah orang yang berangkat dan siapa yang menjadi perwakilan daerah. Hal semacam ini, kata dia, ditanyakan ke seluruh organisasi yang akan mengadakan pertemuan nasional.
"Paling tidak kita tahu bahwa siapa-siapa yang mewakili wilayah itu. Tetapi kalau kita intervensi saya kira tidak," ujar Setyo.
Jenderal bintang dua ini pun membantah bila pertanyaan yang diajukan polisi di daerah menggiring atau merekomendasikan agar memilih suatu calon dalam muktamar tersebut. Seperti diketahui, pada muktamar PP Muhammadiyah itu, akan dipilih suksesor Ketua PP Muhammadiyah. "Kita tidak memilih satu atau menggiring salah satu calon," kata Setyo.
Sementara itu, Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anhar Simanjuntak telah melayangkan surat ke Kapolri Jenderal Tito Karnavian pada Rabu (17/10). Surat atas nama PP Muhammadiyah itu dilayangkan Dahnil untuk mengonfirmasi apakah benar ada instruksi Tito pada personelnya untuk melakukan intervensi.
Dahnil menuturkan, ia mendapat laporan dari daerah bahwa PP Muhammadiyah di daerah mendapatkan intervensi Polri. Intervensi yang dimaksud, kata Dahnil, para pemimpin PP Muhammadiyah di daerah mendapatkan pertanyaan dari polisi terkait siapa saja potensi calon pemimpin PP Muhammadiyah.
"Sebagian besar daerah melapor, mereka didatangi oleh pihak kepolisian, tanya kapan mukhtamar, apa yang dibicarakan, siapa ketua umum mukhtamar nanti, bahkan polisi mendorong, idealnya nanti yang dipilih jadi ketua adalah calon A," kata Dahnil.
Dahnil mempertanyakan kepentingan polisi dalam menanyakan calon ketua PP Muhamamdiyah hingga mendorong suatu calon yang 'ideal'. Hal ini pun diprotes oleh Dahnil. "Ini yang kemudian, disebutkan sebagai tindakan pada era orba atau yang represif," kata Dahnil.