Kamis 18 Oct 2018 19:29 WIB

Kualitas Air Tanah Perlu Dicek Berkala di Petobo

Saat dilakukan penimbunan perlu membuat drainase yang baik sebelu air masuk sungai.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Andi Nur Aminah
Anggota tim penyelamat dari Manggala Agni mencari korban gempa dan tsunami di kawasan Kampung Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (2/10).
Foto: Muhammad Adimaja/Antara
Anggota tim penyelamat dari Manggala Agni mencari korban gempa dan tsunami di kawasan Kampung Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (2/10).

REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Kepala Pusat Krisis Kementerian Kesehatan dr Ahmad Yurianto merekomendasikan penimbunan di wilayah terdampak likudfaksi seperti di wilayah Petobo yang lapisan tanahnya terangkat akan ditimbun. Cara terbaik adalah menimbun dengan tanah seperti selayaknya memakamkan jenazah dalam kehidupan masyarakat sehari hari.

“Pertimbangan terbaik dalam penanganan jenazah yang belum diketemukan setelah hari ke-7 adalah dengan tetap memakamkan di lokasi yang diduga jenazah itu berada,” ujar Yurianto belum lama ini.

Dia mengatakan, ini adalah bentuk penghormatan terhadap jenazah tersebut, di samping kemungkinan untuk bisa menemukan jenazah dalam keadaan utuh sangat kecil kemungkinannya. "Penggalian jenazah juga sangat berisiko terhadap penyebaran dan penularan bakteri-bakteri berbahaya bagi kesehatan lingkungan sekitar," katanya.

Yurianto juga menyampaikan dinas terkait perlu melakukan pengecekan kualitas air tanah secara berkala. Selain itu, upaya yang perlu dilakukan ketika melalukan penimbunan yaitu pembuatan drainase yang baik agar air hujan bisa terkumpul dengan baik dan bisa diintervensi sebelum masuk sungai. “Ideal jika timbunan ditanggul dan drainase dibuat dari semen,” ungkap Kepala Pusat Krisis Kemenkes.

Hasil analisis sementara pemetaan secara spasial menunjukkan bahwa wilayah terdampak likuifaksi pascagempa Sulteng menyebabkan pengangkatan dan amblesan di Balaroa, Kota Palu. Sedangkan jumlah perkiraan rumah terdampak mencapai 1.045 unit.

Luas wilayah terdampak mencapai 47,8 hektar. Jumlah perkiraan rumah terdampak di Petobo, Kota Palu mencapai 2.050 unit dengan luas wilayah 180 hektar. Sedangkan di Jono Oge, Sigi, mencapai 366 unit dengan luas wilayah 202 hektar.

Likuefaksi merukan fenomena yang terjadi ketika tanah yang jenuh atau agak jenuh kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya tegangan, seperti getaran gempa bumi. Sementara itu, berdasarkan penelitian Badan Geologi pada 2012 menyebutkan bahwa wilayah Palu merupakan wilayah dengan potensi likuefaksi sangat tinggi.

Gempa magnitudo 7,4 SR yang mengguncang beberapa wilayah di Sulteng pada akhir September lalu mengakibatkan ribuan jiwa meninggal dunia dan luka berat. Data Kogasgabpad per 17 Oktober 2018, pukul 17.00 WITA melansir jumlah korban meninggal dunia 2.103 jiwa, hilang 680, luka-luka 4.612, dan mengungsi 274.195.

Ribuan orang diperkirakan meninggal dunia dan tertimbun di wilayah terdampak likuifaksi. Pemerintah Provinsi telah memperpanjang status tanggap darurat hingga 26 Oktober 2018.

 

Cek Typo

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement