REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Fritz Siregar menilai, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan berpotensi melanggar aturan kampanye dalam acara pertemuan IMF-WB di Bali. Menurut dia, pejabat negara tidak semestinya menguntungkan salah satu pasangan calon di acara kenegaraan.
Ia sendiri telah melihat video tindakan Sri Mulyani dan Luhut yang enggan difoto dengan pose mengacungkan dua jari yang melambangkan perdamaian. Alih-alih tak mengacungkan jari, Luhut justru mengajak Managing Director IMF Christine Lagarde, Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim, dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, mengacungkan satu jari.
"Ya itu masih harus dilihat secara utuh, secara konteksnya," kata dia saat dihubungi wartawan, Rabu (17/10).
Baca juga, KPU Tegaskan Larangan Kampanye di Pesantren.
Ia mengatakan, ada dugaan pelanggaran Pasal 282 dan Pasal 283 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam Pasal 282 sendiri disebutkan, pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
Sementara Pasal 283 berbunyi, pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengaratur kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.
Larangan ini meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Namun, Fritz mengatakan, hal itu masih sekadar dugaan. Karena itu, ia akan menunggu laporan yang akan masuk kepada Bawaslu. "Itu masih dugaan, masih berpotensi. Kita belum terima (laporan)," kata dia.
Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding mengatakan, Luhut sudah menjelaskan perihal tindakan tersebut. Menurut dia, Jenderal TNI (Purn) itu hanya sekadar bercanda.
"Sebenarnya yang dimaksud itu satu itu, Indonesia nomor satu dalam penyelenggaraan IMF. Kegiatan yang kemudian perfect lah kira-kira gitu," kata dia.
Lagi pula, ia menambahkan, tidak ada untungnya melakukan kampanye di hadapan para peserta pertemuan IMF-WB. Pasalnya, kata Karding, para peserta tersebut tak memiliki hak pilih. "Itu soal spontan-spontan begitu saja," kata dia.
Meski begitu, Karding menjelaskan, kejadian itu akan menjadi pelajaran bagi para pejabat negara sekaligus kritik pada lembaga penyelenggara pemilu. Menurut dia, adanya kejadian itu juga disebabkan kurangnya sosialisasi kepada pejabat.
Ia mengatakan, banyaknya aturan mengenai pemilu membuat masyarakat kesulitan memahami aturan secara detail. Karena itu, ke depan peraturan itu harus didiskusikan lebih lanjut agar mudah dipahami semua pihak.
"Karena itu sudah menjadi peraturan, ya kita ikut aaja. Bahwa ada mis-mis sedikit itu butuh koordinasi dan kearifan dari temen temen Bawaslu, mana yang kemungkinan harus kena hukum karena prinsip, mana karena tidak ada niat," kata dia.