REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyebut pemerintah masih memberikan kesempatan bagi para narapidana yang melarikan diri karena gempa dan tsunami di Palu dan Donggala. Hingga saat ini, sekitar 600 narapidana telah melaporkan diri ke masing-masing lembaga pemasyarakatan, sedangkan sekitar seribu lainnya masih belum diketahui keberadaannya.
"Ada yang kooperatif sekitar 600-an lah, 1.000 lagi masih ada, tapi kan kemarin kita pikir perintahkan Polda, tapi kita harus maklum bisa saja di antara mereka ada yang keluarganya tertimbun, hilang, sampai sekarang belum diidentifikasi, kita secara kemanusiaan masih memberikan kesempatan, mengimbau," jelas Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (16/10).
Yasonna mengatakan, pemerintah hanya akan memberikan kesempatan kepada para narapidana hingga masa tanggap darurat berakhir. Usai masa tanggap darurat berakhir, lanjutnya, kementeriannya akan menyurati Polda Sulteng untuk memanggil atau mengeluarkan surat Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Sebelumya kita sudah minta Polda untuk ambil, tapi kan ada perpanjangan tanggap darurat sampai 26 Oktober, setelah itu nanti kita akan surati Polda dan terus kita imbau kepada mereka... Bukan buron lah, dipanggillah, kita keluarkan surat DPO lah kira-kira begitu," ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan lapas yang roboh dan mengalami kerusakan akan diperbaiki oleh pemerintah. Kendati demikian, pemerintah tak akan merelokasi lapas tersebut.
Yasonna menyebut, dana pembangunan dan perbaikan lapas yang rusak akan dianggarkan pada tahun depan. Karena itu, untuk sementara, pemerintah akan membangun lapas darurat.
"Kakanwil sekarang sedang memetakan, Dirjen PAS sudah ke sana, anggaran untuk tanggap darurat sudah kita kasih, kita harapkan juga bantuan dari kemenkeu," tambah Yasonna.