Selasa 16 Oct 2018 17:46 WIB

Banjir Bandang di Utara Negeri, Kemarau di Bagian Selatan

Selatan Indonesia mengalami kemarau sehingga musim tanam harus mundur.

Rep: Lilis Sri Handayani, Melisa Riska Putri/ Red: Ratna Puspita
Warga melintas di lahan sawah yang kering di Jonggol, Bogor, Jawa Barat, Kamis (11/10). Sejak April- Oktober 2018, jumlah lahan sawah di Jabar yang terdampak kekeringan mencapai 25.862 hektare.
Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Warga melintas di lahan sawah yang kering di Jonggol, Bogor, Jawa Barat, Kamis (11/10). Sejak April- Oktober 2018, jumlah lahan sawah di Jabar yang terdampak kekeringan mencapai 25.862 hektare.

REPUBLIKA.CO.ID, MAJALENGKA  -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Jatiwangi, Kabupaten Majalengka memprakirakan awal musim hujan 2018/2019 di Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan akan mundur akibat adanya fenomena El Nino lemah. Kondisi di wilayah Pulau Jawa atau bagian selatan Indonesia ini berbeda dengan di bagian utara negeri.

BMKG justru mengimbau masyarakat di wilayah utara Indonesia untuk mewaspadai potensi terjadinya banjir bandang. Imbauan kewaspadaan itu menyusul semakin meningkatnya curah hujan.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebutkan sejumlah wilayah rawan banjir bandang untuk periode satu minggu ke depan. Wilayah tersebut, yaitu Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.

"Wilayah tersebut rentan karena berada di sekitar zona tektonik aktif yaitu di kaki perbukitan struktur yang curam dan berbentuk memanjang" katanya dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Selasa (16/10).

Di wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan atau dikenal dengan Ciayumajakuning musim hujan diprakirakan mundur sepuluh hari. “Kecuali Indramayu yang diprakirakan mundur satu sampai dua dasarian (20 hari),'' ujar Forecaster Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Ahmad Faa Izyn, Selasa. 

photo
Seorang warga mengambil air bersih di kelik (endapan air dari tanah) sungai Cacaban Desa Dermasuci, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Kamis (11/10). Sejak musim kemarau tiga bulan terakhir, warga didaerah tersebut mengalami kekeringan sehingga mereka terpaksa mencuci, mandi dan mengambil air bersih untuk memasak dan minum di belik sungai yang surut. (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Untuk wilayah Kabupaten Cirebon, mayoritas kecamatannya akan mengalami awal musim hujan pada November dasarian III atau pada tanggal 21 sampai akhir bulan. Ada pula kecamatan, yaitu Kecamatan Kaliwedi, Gegesik dan Kapetakan, yang diprakirakan baru akan memasuki awal musim hujan pada Desember dasarian I, yakni tanggal 1-10. 

Musim kemarau tahun ini unik

Akademisi dari Fakultas Pertanian UGM Andi Syahid Muttaqin mengatakan, kondisi musim kemarau di Indonesia pada tahun ini memang sangat unik. Bagian utara Khatulistiwa tidak mengalami musim kemarau berkepanjangan, bahkan sudah memasuki musim hujan.

photo
Sejumlah area persawahan mengering akibat musim kemarau di Atambua, NTT, Jumat (5/10). (ANTARA FOTO/Kornelis Kaha)

Namun, daerah selatan Indonesia yang dekat dengan Australia justru mengalami musim kemarau dengan tingkat yang parah dan lama. Hal ini tak terlepas dari fenomena alam berupa Munson India. 

"Munson India itu pengaruhnya ke musim kemarau Indonesia. Saya pantau, indeks Munson India itu tahun ini lebih kuat dari normalnya. Normalnya 10 mps, tahun ini mencapai 15 mps, bahkan ada yang sampai 17 mps," ujar pakar agroklimatologi tersebut.

Andi memperkirakan musim kemarau panjang karena Munson India ini bisa berakhir di 10 hari pertama November. Namun, saat bersamaan sudah muncul siklus El Nino yang mengurangi intensitas curah hujan, dibandingkan musim-musim hujan yang lalu.

"Hujannya akan lebih tipis. Ada El Nino yang kira-kira terjadi November sampai Maret 2019 nanti," ujar Andi.

Untuk itulah, ia meminta pemerintah segera mengantisipasi kondisi ini. Apalagi, November hingga Maret merupakan masa tanam hingga panen raya pertama untuk padi.

Musim tanam mundur di selatan

Andi mengatakan musim kemarau di 2018 pada akhirnya berimbas ke produksi tanaman pangan, khususnya padi. Kemarau akan berimbas mulai dari mengeringnya sumber air yang tampak hingga berkurang drastisnya kandungan air dalam tanah.

Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Indramayu Sutatang fenomena El Nino lemah yang membuat awal musim hujan mundur ini akan berdampak pada musim tanam. Sebab, kondisi cuaca sangat berpengaruh pada ketersediaan air, terutama di awal musim tanam.

Ia mengaku sudah mendapatkan informasi dari BMKG mengenai prakiraan mundurnya awal musim hujan. “Ya kalau musim hujannya mundur, maka musim tanam rendeng 2018/2019 juga akan mundur,” ujar Sutatang kepada Republika, Selasa.

photo
Foto udara sawah yang mengering akibat musim kemarau di Kampung Sukamanah, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Senin (8/10). (ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)

Sutatang menambahkan, mundurnya musim tanam juga secara otomatis akan menyebabkan masa panen menjadi mundur. Sebab, para petani baru akan memulai musim tanam saat masuk musim hujan.

Saat ini, lanjut Sutatang, sebagian besar lahan pertanian di berbagai daerah di Kabupaten Indramayu masih menunggu musim hujan untuk memulai musim tanam rendeng. Namun, untuk daerah-daerah yang terletak di pinggir sungai Cimanuk, seperti Kecamatan Widasari dan Sukagumiwang, ada yang baru memulai musim tanam gadu II.

“Tapi itu juga sedikit. Tidak semuanya,” kata Sutatang. 

Longsor di Sumatra Utara

photo
Petani membawa padi yang terendam banjir dengan menggunakan perahu di area persawahan Desa Blang Leuah, Kecamatan Samatiga, Aceh Barat, Aceh, Sabtu (13/10). (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas)

Sementara itu, hujan lebat di Desa Rampah, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra Utara, menyebabkan longsor. Akibatnya, badan jalan di wilayah itu tertimbun longsor sehingga menghambat kelancaran transportasi darat.

Warga setempat, M Sitinjak, Selasa, mengatakan, hantaman air hujan menyebabkan longsor karena pondasi tanah yang kurang kuat. Ia menambahkan selama ini ada aktivitas pengambilan batu di pinggir perbukitan sehingga membuat pondasi tanah tidak kuat.

Akibat peristiwa longsor tersebut arus lalu lintas tujuan Sibolga-Medan dialihkan ke lewat Labuhan Angin-Poriaha dan sebaliknya. Sedangkan empat desa yang ada di kawasan longsor seperti Desa Naga Timbul, Desa Mardame, Desa Rampah, dan Desa Nauli aksesnya terhalang total.

Bahkan siswa yang akan ke sekolah juga menjadi terhalang karena sulit melintasi lokasi longsor yang becek dan berlumpur. Sementara itu Kasat Lantas Polres Tapanuli Tengah  AKP Sofian yang dikonfirmasi menjelaskan, upaya sudah dilakukan untuk mengatasi longsor tersebut. "Tadi sudah ada laporan dari anggota yang tugas di sana," katanya.

photo

Sejumlah warga berada di depan rumah mereka yang terdampak banjir bandang, di Desa Muara Saladi, Ulu Pungkut, Mandailing Natal, Sumatera Utara, Senin (15/10). (ANTARA FOTO/Holik Mandailing)

Ini merupakan peristiwa bencana akibat hujan lebat kedua di Sumatra Utara. Pada Jumat (12/10), Banjir bandang di Kecamatan Ulu Pungkut mengakibatkan 12 rumah warga hanyut dan rusak total. 

Banjir juga mengakibatkan sembilan rumah rusak berat, serta tiga fasilitas umum di Desa Muara Saladi, berupa poliklinik desa, gedung SD Negeri 235, dan gedung PKK rusak. Banjir bandang dan tanah longsor di 11 kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal itu mengakibatkan 17 korban meninggal dunia.

Korban meninggal dunia terdiri dari 12 pelajar SD di Kecamatan Ulu Pungkut dan tiga orang pekerja gorong-gorong jalan di Kecamatan Mura Batang Gadis. Sebanyak dua orang mengalami kecelakaan mobil dan masuk Sungai Aek Batang Gadis, saat terjadi banjir di kabupaten itu.

Hingga hari ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Mandailing Natal dibantu relawan dan masyarakat saat ini masih fokus menyingkirkan material banjir dari lokasi bencana di Desa Muara Saladi. "Di daerah banjir cukup parah dan menelan korban jiwa itu," kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Mandaling Natal Muhammad Yasir ketika dihubungi dari Medan, Selasa.

photo

Sejumlah warga melihat kondisi rumah yang rusak akibat banjir bandang di Nagari Tanjung Bonai, Lintau Buo, Kab.Tanah Datar, Sumatera Barat, Jumat (12/10). (ANTARA FOTO/McAeil)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement