Jumat 12 Oct 2018 17:34 WIB

Hakim Tolak Praperadilan Tersangka Korupsi Proyek Pascagempa

Muhir menjadi tersangka korupsi proyek rehabilitasi sekolah pascagempa Mataram.

[ilustrasi] Pasien dievakuasi ke parkiran rumah sakit Kota Mataram pascagempa bumi berkekuatan 7 pada skala richter (SR) di Mataram, NTB, (5/8).
Foto: Ahmad Subaidi/Antara
[ilustrasi] Pasien dievakuasi ke parkiran rumah sakit Kota Mataram pascagempa bumi berkekuatan 7 pada skala richter (SR) di Mataram, NTB, (5/8).

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), I Gede Sunarjana, menolak materi permohonan praperadilan tersangka kasus dugaan pemerasan proyek rehabilitasi SD dan SMP pascagempa Kota Mataram, Muhir. Hakim tunggal dalam putusannya, Jumat (12/10), menyatakan, penangkapan, penetapan tersangka, dan penahanan yang dilakukan Kejaksaan Negeri Mataram sah dan sudah sesuai dengan ketentuan KUHAP.

"Permohonan praperadilan dari pemohon tidak berdasarkan hukum, maka harus ditolak untuk seluruhnya," kata Sunarjana di hadapan para hadirin sidang putusan praperadilan Pengadilan Negeri Mataram.

Dalam sidang putusannya, hadir dari pihak pemohon yakni tim penasihat hukum tersangka Muhir yang dipimpin Burhanudin. Begitu juga dari pihak termohon Kejari Mataram diwakilkan jaksa Anak Agung Gede Putra.

Dari hasil pemeriksaannya, hakim Sunarjana mengatakan, bahwa penetapan tersangka sudah sesuai dengan Pasal 7 Ayat 1 KUHAP, yakni menangani sebuah perkara dengan diawali serangkaian pengumpulan data dan penyelidikan berdasarkan adanya laporan masyarakat. Proses penyelidikan dilengkapi dengan surat perintah tugas dan ditandatangani Kepala Kejari Mataram.

Pada praktiknya, hakim tunggal melihat jaksa telah menindaklanjuti hasil penyelidikan itu dengan melakukan penangkapan dalam operasi tangkap tangan 14 September 2018, di salah satu warung makan di Cakranegara, Kota Mataram. Dengan saksi di antaranya Kadisdik Kota Mataram, H Sudenom, dan Staf Disdik Kota Mataram, Tjatur Totok Hadianto yang terlibat dalam serah terima Rp 30 juta dengan tersangka Muhir.

Kemudian, aksi tersebut langsung ditindaklanjuti dengan mengeluarkan surat perintah penyidikan (Sprindik) yang didasari pada dua alat bukti permulaan yang dinilai pihak jaksa sudah cukup kuat. Hal itu seperti yang telah diatur dalam Pasal 114 KUHAP Juncto Pasal 56 Ayat 1 KUHAP dan Pasal 17 KUHAP dan Pasal 1 Butir 14 KUHAP.

Karena itu hakim tunggal menyatakan, alasan pembuktian dalil pemohon sudah masuk dalam pokok perkara, yakni mengenai uang Rp 30 juta yang diakui tidak ada pada tangan pemohon saat tertangkap tangan. Usai persidangan, Burhanudin mengaku menghormati putusan hakim.

"Hakim hanya memeriksa soal legalitasnya saja. Tapi tidak menguji bagaimana proses pelaksanaan dari surat-surat itu," ujar Burhanudin.

Menindaklanjuti putusan praperadilan, Burhanudin bersama timnya akan berupaya maksimal mendampingi kliennya dalam sidang pokok perkara di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram. Sidang akan dimulai pada Selasa (17/10) mendatang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement