REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengirimkan surat panggilan untuk pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan Itjih S. Nursalim yang saat ini di Singapura. Sjamsul dan Itjih akan dimintai keterangan terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Saya juga dapat 'update' tim yang menangani BLBI bahwa surat panggilan yang kedua untuk Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim sudah dibuat dan sedang proses pengantaran ke Singapura," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis (11/10).
KPK memanggil Sjamsul dan istrinya Itjih untuk dimintai keterangan terkait dengan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Sebelumnya, KPK memanggil keduanya pada hari Senin (8/10) dan Selasa (9/10). Namun, keduanya tidak memenuhi panggilan.
"Jadi, tim KPK yang berkoordinasi dengan KBRI dan otoritas di Singapura untuk memastikan sampai ke rumah Sjamsul dan Itjih Nursalim," ujar Febri.
KPK pun mengingatkan kembali agar Sjamsul dan Itjih Nursalim kooperatif datang memenuhi panggilan. "Kami sampaikan sekali lagi bahwa pemanggilan dan permintaan keterangan ini merupakan ruang yang diberikan bagi pihak-pihak tertentu untuk meberikan keterangan. Jadi, KPK serius melakukan penyelidikan kasus BLBI ini setelah satu orang dinyatakan bersalah di Pengadilan Tipikor," kata Febri.
Saat ini, dalam pengembangan penanganan perkara BLBI sekitar 26 orang telah dimintakan keterangan dari unsur Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), dan swasta.
Sebelumnya, mantan Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung telah divonis 13 tahun penjara ditambah denda Rp700 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti melakukan penghapusan piutang Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang dimiliki Sjamsul Nursalim sehingga merugikan keuangan negara hingga Rp4,58 triliun. Dalam putusan, Syafruddin disebut terbukti melakukan korupsi bersama dengan pihak lain, yaitu Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Sjamsul Nursalim, dan Itjih Nursalim.