REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Tim Kampanye Nasional Koalisi Indonesia Kerja (TKN KIK) Hasto Kristiyanto mengatakan hadiah bagi pelapor korupsi bukan bagian dari kampanye Presiden Joko Widodo. Hadiah bagi pelapor korupsi itu menjadi amanat Peraturan Pemerintah (PP) nomor 43 tahun 2018.
Hasto mengatakan, kebijakan tersebut ingin menunjukkan semangat pemberantasan korupsi. Hasto juga membantah jika kebijakan itu merupakan pencitraan presiden.
Dia mengatakan, kebijakan itu merupakan gerak kebudayaan untuk menghasilkan tata pemerintahan yang baik. Langkah itu agar menghasilkan tata pemerintahan yang mengedepankan akuntabilitas dan transparasi.
"Itu juga merupakan bentuk tanggung jawab dari setiap rupiah dari dana negara, berbagai peraturan-peraturan untuk mendorong partisipasi masyarakat itu merupakan hal yang positif," katanya.
Hasto memastikan, kebijakan itu tidak akan disalahgunakan untuk kepentingan serta mendapatkan keuntungan pribadi, misal dengan membuat laporan palsu. Dia mengatakan, laporan nantinya ditinjau berdasarkan penyertaan bukti-bukti. Tidak hanya itu, laporan akan didorong menjadi proses hukum sampai kepada proses pengadilan. “Bukan hanya proses inputnya semata, tetapi satu kesatuan,” kata dia.
Pemerintah menerbitkan PP Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 17 mengamanatkan memberikan penghargaan berupa premi kepada pelapor korupsi.
Besaran premi diberikan sebesar 2 permil atau perseribu dari jumlah kerugian keuangan negara yang dapat dikembalikan kepada negara. Besaran premi terkait kasus kerugian keuangan negara paling banyak Rp 200 juta.
Untuk kasus suap, besaran premi diberikan sebesar 2 permil atau perseribu dari nilai uang suap dan/atau uang dari hasil lelang barang rampasan. Besaran premi yang diberikan terkait kasus suap paling banyak Rp 10 juta.
Pemberian penghargaan baik berupa piagam dan/atau premi tersebut dilakukan berdasarkan hasil penilaian yang ditetapkan dalam keputusan pimpinan instansi penegak hukum. Penilaiannya, yakni peran aktif pelapor dalam mengungkap tindak pidana korupsi, kualitas data laporan atau alat bukti, dan risiko faktual bagi pelapor.