Ahad 07 Oct 2018 13:11 WIB

Anak-Anak Sigi: Kami Ingin Sekolah

Anak-anak Sigi tidak bisa bersekolah karena fasilitas sekolahnya mengalami kerusakan.

Rep: Fauziah Mursid / Red: Ratna Puspita
Ilustrasi sekolah darurat untuk korban terdampak gempa
Foto: Antara/Ahmad Subaidi
Ilustrasi sekolah darurat untuk korban terdampak gempa

REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Pandangan Bagus Satrio (17 tahun) menerawang jauh ke sebuah ladang jagung yang memutus jalan Desa Jono Oge, Sigibiromaru, dan Desa Sidera, Sigi. Delapan hari lalu, lokasi ladang jagung tersebut adalah sebuah perkampungan padat penduduk yang jadi bagian dari Desa Jono Oge, Sigi.

Namun, gempa berkekuatan magnitudo 7,4 yang berpusat di Kabupaten Donggala meluluhlantakkan desa tersebut. Tidak hanya luluh lantak, desa itu terseret hingga dua kilometer dari jarak lokasi.

Alhasil, ladang jagung milik warga Jono Oge yang posisinya berada di atas justru terhampar di lokasi kampung Jono Oge yang sudah hilang bergeser tersebut. Saya pun menyapa remaja tersebut dan bertanya apakah ia berasal dari desa tersebut.

"Tidak, rumah saya tidak di sana (menunjuk desa tenggelam), tapi di sana rumah teman-teman saya, entah bagaimana nasibnya," ujar Bagus duduk di tepian jembatan Desa Jono Oge yang sudah terputus.

photo
Kondisi jalanan yang rusak di Desa Jono Oge, Sigi, Sulawesi Tengah, Kamis 4/10).

Ia bercerita, goncangan gempa memang terasa kuat sekali di wilayah Sigibiromaru. Rumahnya pun rusak, jalanan menuju Sigi juga rusak tak beraturan karena goncangan gempa.

Ia selamat dan rumahnya tidak jadi terkena imbas likuifaksi (pencairan) tanah karena gempa. Akan tetapi, ia tetap mengaku sedih, teman-temannya juga ada yang turut jadi korban gulungan tanah pada Jumat (28/9) sore itu.

"Sepulang kami habis bermain, saya masih sempat bertemu teman, tetapi setelah magrib, tak terima kabar teman saya lagi," ujarnya.

Kesedihannya pun bertambah ketika ia mendengar sekolahnya rusak. Meskipun tidak luluh lantak seperti daerah lain, tetapi siswa kelas XII sekolah menengah atas di daerah Sigi itu meyakini kegiatan belajar mengajar akan terhenti sementara karena bencana gempa.

"Saya kelas dua belas, sebentar UN nggak tau bagaimana nanti kabarnya, saya ingin segera sekolah, tetapi sekolah rusak," kata Bagus.

photo
Kepadatan Bandara Mutiara Sis Aljufri, Palu, Sulawesi Tengah ypada hari ketujuh pasca gempa dan tsunami Palu, Sigi, dan Donggala, Sabtu (6/10).

Muthia, bocah kelas dua SD di daerah Sigi juga terpaksa menghentikan sementara sekolahnya. Sebab, ia ikut mengungsi bersama kedua orang tuanya yang keluar meninggalkan Palu menuju Makassar.

Muthia mengatakan merasa tidak enak libur sekolah. “Mau sekolah aja," kata Muthia malu-malu.

Ayahnya, Mardani, mengatakan, rumahnya di Kabupaten Sigi termasuk yang rusak parah karena gempa. Selain mengungsi, kepergiannya ke Makassar juga untuk keperluan pengobatan.

"Rumah rusak, sekolah anak-anak juga rusak, kami ke Makassar ke rumah kerabat sampai normal lagi," ujar Mardani.

Sementara kakaknya, siswa kelas IX SMP di Sigi juga ikut mengamini bahwa sekolahnya ikut hancur karena gempa. "Hancur sudah kak, pagar pagar sekolah itu roboh,” kata dia.

photo
Warga mengamati permukiman yang hilang di Desa Jono Oge, Sigi, Sulawesi Tengah, Kamis (4/10).

Kondisi wilayah di Kabupaten Sigi memang mengalami kerusakan yang parah. Di daerah Sigi, banyak jalanan hancur, infrastruktur hancur, gedung pemerintahan juga ikut rusak.

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla menginstruksikan agar anak sekolah korban gempa Palu dan sekitarnya bisa segera masuk sekolah. Ia pun telah meminta agar Dinas Pendidikan di masing-masing daerah terdampak baik Sigi, Palu dan Donggala mendata sekolah-sekolah rusak untuk direhabilitasi.

Jika ada sekolah yang rusak, maka sementara siswa sekolahnya dipindah ke sekolah yang tidak rusak. "Sekolah tadi saya sudah minta segera data dan terus rehabilitasi, dan tidak boleh itu, tidak boleh dalam satu bulan, tidak sekolah. Kalau rusak taruh di taro yang tidak rusak sementara," ujar JK usai meninjau Palu-Donggala, Jumat (5/10).

Menurutnya, untuk menghindari bentrok waktu sekolah dengan sekolah yang tidak rusak, maka waktunya digilir. "Anak-anak sekolah sore bergilir. jadi yang sekolah ambruk pindah sekolah yang tidak kena dan itu sekolah sore," kata JK. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement