REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Kapal Motor Sabuk Nusantara 39 dan kapal-kapal lain yang tengah bersandar di Pelabuhan Wani, Donggala, menjadi saksi begitu kuatnya gelombang tsunami yang menghantam pesisir Teluk Palu. Kapal-kapal tersebut terseret hingga naik ke atas daratan sepanjang 15 meter, hampir masuk ke perkampungan.
Masyarakat pun berbondong-bondong melihat penampakan kapal di Pelabuhan Wani yang sudah tak beraturan tersebut. Bahkan gedung pelabuhan pun sudah tersapu gelombang dan dihantam kapal tersebut.
Masyarakat yang tinggal di wilayah Wani II, Kecamatan Tanantovea itu pun meminta agar kapal tersebut tidak dievakuasi kembali ke lautan lepas. Mereka menginginkan agar kapal tersebut dijadikan tugu peringatan tsunami di Palu, seperti di Aceh.
"Masyarakat di sini Ingin kapal ini dijadikan monumen sejarah, bahwa disini pernah ada gelombang tsunami yang dahsyat," ujar Pelaksana Tugas Desa Wani II, Darwis saat berbincang dengan Republika.co.id, Sabtu (6/10).
Ia juga melihat dengan matanya sendiri dari atap rumahnya, KM Sabuk Nusantara 39 terseret gelombang tsunami sepanjang 15 meter masuk ke perkampungan di desa Wani II.
"Posisi kapal itu satu garis dengan pelabuhan, tapi demikian besar gelombangnya, itu posisinya berlawanan, andai kata itu tidak ada gerbang pelabuhan, sudah masuk itu kapal ke perkampungan, itu sepotong badan kapal sudah jalan desa, mengerikan sekali," ujar Darwis.
Darwis mengungkap, suara gemuruh juga menyertai gelombang tsunami itu datang. Menurutnya, suara warga yang berteriak menyelamatkan diri sampai tidak terdengar.
Banyak masyarakat yang saat itu hendak menjalankan sholat magrib pun kemudian berlari menyelamatkan diri.
"Orang-orang berlarian, sama-sama menyelamatkan diri, itu sudah tidak beraturan," ujarnya.