REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- UNICEF dan tim pekerja sosial dari Kementerian Sosial telah mulai mengidentifikasi anak-anak yang terpisah dan anak-anak tanpa pendamping. Tidak ada angka resmi, tapi laporan-laporan awal mengindikasikan tingginya jumlah anak-anak yang terpisah.
Sebanyak 12 posko telah didirikan di wilayah-wilayah yang terdampak untuk mengidentifikasi anak-anak yang kemungkinan terpisah dari keluarga mereka atau tidak didampingi oleh orang tua. Lokasi-lokasi ini juga digunakan sebagai ruang aman untuk anak-anak bermain.
Kepala Perlindungan Anak Unicef Indonesia, Amanda Bissex menyampaikan pesan-pesan tentang identifikasi dan rujukan tentang anak-anak yang terpisah dan tanpa pendamping. Pesan ini telah disirkulasikan melalui media digital dan papan-papan pengumuman di lokasi-lokasi pengungsian sedang dilakukan.
Ia mengatakan, sejak gempa dan tsunami terjadi di Sulawesi, Unicef telah memobilisasi sumber daya untuk mendukung respons darurat pemerintah. “Di hari-hari mendatang, kami juga akan mendirikan ruang-ruang ramah anak, ruang kelas temporer dan membagikan perlengkapan rekreasional untuk membantu anak-anak mengatasi dampak bencana," ujar Amanda, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (5/10).
Amanda menambahkan, Unicef membantu Kementerian Sosial untuk mengimplementasikan basis data Primero, satu-satunya sistem yang tersedia di Indonesia untuk membantu pelacakan dan reunifikasi keluarga. "Unicef telah mengembangkan Primero melalui koordinasi dengan Pemerintah sebelum gempa bumi ini terjadi," tambahnya.
Ketika kedaruratan terjadi, anak-anak membutuhkan perlindungan khusus untuk memastikan keamanan dan kesejahteraan mereka. Unicef dan Kementerian Sosial mempersiapkan pekerja sosial untuk menangani kasus kekerasan, pelecehan atau eksploitasi yang mungkin terjadi. "Untuk membantu anak-anak menghadapi bencana, Unicef dan para mitra juga akan memberikan dukungan psikososial kepada anak-anak yang terkena dampak bencana," tutupnya.