REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program Kader Bangsa Fellowship Program (KBFP) angkatan 8 memberikan pembekalan pemenangan kepada para pemimpin muda yang merupakan calon anggota legislatif (caleg) dari berbagai partai politik
Direktur Eksekutif Centre for Electoral, Hadar Nafis Gumay mendorong generasi milenial harus berani tampil untuk dapat mengambil alih kekuasaan. Pemimpin muda, kata dia, secara umum harus dapat melakukan konsolidasi untuk bangsa.
“Jangan sampai pemimpin muda ini terkotak-kotak,” kata Hadar saat menjadi pembicara Program Kader Bangsa Fellowship Program (KBFP) angkatan, Selasa (2/10).
Pembekalan juga diberikan terkait kampanye dan pemilu di era digital. Di era yang serba digital saat ini, media sosial telah menjadi salah satu faktor yang menentukan dalam kehidupan manusia karena banyaknya minat masyarakat.
Jumlah pengguna internet di Indonesia telah meningkat secara signifikan. Media sosial saat amat berdampak pada kehidupan publik sehingga perannya tidak lagi dapat dikesampingkan. “Dunia media sosial bukan lagi dunia yang terpisah karena telah mempengaruhi kehidupan sehari-hari," kata Direktur Eksekutif Digitroops Fahd Pahdepie di hadapan peserta program Kader Bangsa.
Fahd memberikan masukan kepada calon legislatif agar tidak takut disebut melakukan pencitraan. Sebagai bagian untuk meyakinkan publik, upaya pencitraan sangat wajar dan sah dilakukan.
“Pertama yang harus dilakukan, bilang pada diri sendiri kalau itu memang pencitraan. Kenapa kita harus menolak disebut pencitraan padahal itu sah dan boleh dilakukan karena memang ruangnya. Jangan takut dibilang pencitraan,” tegas Fahd.
Akun media sosial menjadi kanal efektif narsisme kepribadian yang pada akhirnya diakui oleh orang lain dalam bentuk ribuan "likes" atau "love".
"Kita tidak bisa lagi memandang bahwa sebuah postingan sebagai pencitraan semata, karena kekuatan media sosial sangat luar biasa dalam menggalang simpati. Namun konten yang diproduksi tentunya tetap harus memiliki nilai positif bagi masyarakat," ujar Fahd.