REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Pariwisata (Kemenpar) akan fokus pada penanganan sumber daya manusia, penataan destinasi serta pemasaran atau promosi di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, pasca bencana gempa dan tsunami pada Jumat (28/9). Tapi, implementasinya baru akan dilaksanakan setelah tahap tanggap darurat dan proses evakuasi selesai.
Kepala Biro Komunikasi Publik Kemenpar Guntur Sakti menjelaskan, kejadian gempa dan tsunami beberapa hari lalu tentu saja berdampak terhadap tingkat kunjungan wisatawan. Kondisi ini juga terjadi saat letusan Gunung Agung dan Gempa Lombok. "Tidak hanya kunjungan wisatawan langsung ke Bali dan Lombok yang terdampak, tapi juga secara nasional," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (2/10).
Namun, Guntur memastikan, Kemenpar tetap optimistis jumlah kunjungan bisa sesuai harapan dan target 17 juta kunjungan wisatawan mancanegara sampai akhir tahun 2018 tercapat. Sebab, saat ini, tingkat kunjungan wisatawan dalam beberapa bulan belakangan masih stabil di angka 1,5 juta.
Guntur menambahkan, bencana alam di Palu tidak lantas mematikan langkah Kemenpar dalam menggaet wisman. Indonesia memiliki banyak daerah wisata lain yang tidak terdampak dan aman untuk dikunjungi, misalnya Lombok bagian Utara, Pulau Jawa, Bali dan Sumatera.
Atas perintah Menpar Arief Yahya, Kemenpar akan menerapkan tiga program marketing khusus untuk pasca bencana Palu dan Donggala. Program itu adalah memberikan insentif terhadap airlines/wholesalers, kemudian memperkuat program paket hotdeals (Visit Wonderful Indonesia) yang fokus pada area Kepri untuk jalur laut dan Bali-Jakarta untuk akses udara. Kemenpar juga memiliki konsep Competing Destination Model (CDM) yang dapat mempengaruhi minat kunjungan wisatawan.
Dari strategi tersebut, Kemenpar memprediksi Indonesia akan mendapat tambahan 5 juta wisman. Rinciannya, pemberian insentif kepada airlines untuk melakukan bundling tiket atau sebagai More for Less (you get more, you pay less) diharapkan akan mendapatkan tambahan sebanyak 1,5 juta wisman.
Sedangkan, dalam program Hot Deals ViWI 2018 yang diinisiasi 18 stakeholder pariwisata dengan menerapkan konsep sharing economy, diharapkan akan mendapatkan 2,5 juta wisman. "Sementara untuk program platform digital CDM diproyeksikan akan mendapatkan 1 juta wisman," ucap Guntur.
Optimisme juga disampaikan Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia (Asita) Asnawi Bahar. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kedatangan wisman pada periode Agustus sampai 2018 adalah 10,58 juta kunjungan atau 62,2 persen dari target pemerintah. Masih ada waktu tiga sampai empat bulan untuk mencapai target apabila berkaca dari tingkat kunjungan wisman normal yang mencapai 1,2 juta sampai 1,5 juta per bulan.
Tapi, bukan berarti Indonesia berdiam diri dan sekadar menunggu wisman. Menurut Asnawi, pemerintah harus memperluas pasar di tengah persaingan dengan negara lain yang juga ingin unggul dalam industri pariwsata. Indonesia tidak bisa terpaku pada pasar tradisional seperti Amerika dan negara tetangga saja.
Eropa timur dan Timur Tengah merupakan dua negara yang dilihat Asnawi berpotensi sebagai pasar baru pariwisata Indonesia. Ia meminta kesempatan kepada pemerintah untuk menyasar daerah tersebut melalui roadshow ke berbagai negara. "Saat ini bukan lagi eranya berpangku tangan ke pasar primer. Kita harus punya pasar secondary untuk berkembang," ujarnya.
Untuk menjangkau pasar yang lebih luas, Asnawi meminta bantuan pemerintah, terutama dari segi akses. Pemerintah sebaiknya segera melakukan diplomasi pariwisata melalui Kementerian Luar Negeri ke pasar non tradisional. Pengusaha juga dapat melakukan campur tangan agar dampak aksesnya semakin terbuka lebar.