Selasa 02 Oct 2018 07:13 WIB

Saksi Bisu G/30/S PKI Masih Kokoh Berdiri

Keluarga Ahmad Yani masih rajin berkunjung ke museum ini.

Kediaman Jenderal Ahmad Yani yang kini menjadi Museum Sasmitalo
Foto: Ronggo Astungkoro/Republika
Kediaman Jenderal Ahmad Yani yang kini menjadi Museum Sasmitalo

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Rizky Suryarandika

Sepi ialah kata yang tepat menggambarkan rumah di Jalan Lembang Nomor 58, Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Senin (1/10) pagi, tak tampak ada aktivitas manusia dari luar rumah. Berkali-kali salam dari Republika juga tiada berbalas. 

Akhirnya, Republika membuka sendiri pintu gerbang itu, lalu berjalan sekitar 10 meter untuk sampai di ruang penjaga keamanan. Di sana, Republika disambut Hilmi, penjaga museum berambut cepak.

Rumah tersebut bukan sembarang rumah. Rumah yang warna catnya seolah termakan zaman itu adalah saksi bisu sejarah kehidupan Jenderal Ahmad Yani. Dari mulai tidur, makan, berbincang bersama keluarga hingga meninggal dengan luka tembak, semuanya terjadi di sana.

Sejak 30 September 1966, rumah itu dijadikan Museum Sasmitaloka Pahlawan Revolusi A Yani oleh Presiden Soeharto. Tujuannya, sebagai sarana mewariskan semangat juang dalam mempertahankan Pancasila dan UUD 1945 kepada generasi muda. Luasnya sekitar 1,3 hektare.

photo
Pengunjung melihat lubang bekas penembakan Jenderal Ahmad Yani di Museum Sasmita Loka Ahmad Yani, Jakarta, Rabu (30/9).

Hilmi menceritakan, isi museum itu mayoritas sumbangan Yayu Rulia Yani yang tinggal berseberangan dengan museum. Yayu jugalah yang terlibat langsung dalam perkembangan gedung karena masih keluarga Ahmad Yani. 

Keluarga Ahmad Yani, kata dia, masih rajin berkunjung, khususnya pada peringatan G/30/S PKI dan Hari Kesaktian Pancasila.

"Keluarga Yani suka ke sini. Mereka sudah ke sini hari Ahad (30/9). Tidak tahu hari (Senin) ini belum ada komunikasi. Mereka sibuk, pasti banyak undangan ke TMP Kalibata dan Lubang Buaya," katanya.

Sayangnya, perayaan Hari Kesaktian Pancasila tahun ini jatuh pada hari Senin, di mana museum itu tutup. Jadwal museum buka ialah Selasa-Ahad dari pukul 8.00 WIB. Karena itu, tak ada aktivitas pengunjung sama sekali pada Senin ini.

Menurut Hilmi, pengunjung lumayan ramai pada sepekan belakangan. Tiap harinya, ada lebih dari seratusan orang yang datang. "Ramainya sepekan kemarin, ada murid sekolah dan masyarakat umum," ujarnya.

Hilmi semakin dalam mengisap rokoknya ketika menyatakan hanya sendirian menjaga museum tersebut. Ia mengaku kerap kewalahan ketika jumlah pengunjung membeludak. 

Ia pun membatasi kunjungan bagi rombongan murid sekolah hanya 25 orang. Bila lebih dari itu, ia meminta pihak sekolah berkirim surat lebih dahulu, sehingga bisa meminta personel tambahan petugas yang mengawal kunjungan.

Hilmi tak memungkiri ada saja perasaan khawatir saat pengunjung banyak. Salah satunya, resah jika akan hilangnya barang bersejarah. 

Oleh karena itu, kadang ia meminta bantuan dari komunitas sejarah agar bisa berperan sebagai pemandu. "Kalau sudah hilang ya namanya sejarah susah dicari lagi," katanya.

Apalagi, jumlah barang koleksi di museum amat banyak. Barang koleksi mulai dari yang besar seperti lemari atau bangku hingga yang kecil seperti pajangan meja. Selama ini, benda koleksi ditata dalam sembilan ruangan.

photo
Pengunjung melihat foto-foto peninggalan Jenderal Ahmad Yani di Museum Sasmita Loka Ahmad Yani, Jakarta, Rabu (30/9).

Memasuki pintu museum pengunjung akan menyaksikan ruang tamu. Di sana, pengunjung bisa meraskan suasana Ahmad Yani ketika menyambut tamu. Ruangan itu dilengakapi dengan etalase berisikan cendera mata seperti medali, model senjata atau gading.

Selanjutnya, pengunjung masuk ke ruang ajudan yang dulunya memang digunakan sebagai kamar kerja ajudan Ahmad Yani. Ruangan ini memamerkan koleksi beragam tema buku selain ilmu militer. Ada pula koleksi harimau Sumatra yang diawetkan. 

"Setidaknya ada 500 buku di sini," katanya.

Kemudian, pengunjung dapat merasakan suasana Ahmad Yani ketika beristirahat sejenak di ruang santai. Kabarnya, ruangan ini jadi saksi saat Ahmad Yani duduk membaca buku sembari ditemani secangkir teh. Dari ruangan ini, Ahmad Yani sering menyaksikan anaknya bermain ayunan di halaman.

Kemudian, ada ruangan khusus tempat Ahmad Yani biasa bekerja dan memberi arahan asistennya. Ruangan ini menyimpan lukisan subuh berdarah yang menggambarkan perlawanan Yani pada PKI.

Pengunjung juga bisa memasuki ruang makan keluarga. Ada dua ruangan di dalamnya, yaitu ruang makan keluarga dan ruang mini bar tempat menjamu tamu asing. Ruangan ini menjadi yang paling utama di museum. 

"Di ruang ini Jenderal Yani ditembak dan jatuh saat upaya penculikan," kata Hilmi.

Setelah itu, pengunjung bisa melihat-lihat ruang kamar tidur pribadi Yani dan ruang tidur anak-anaknya. Bagian menarik dari kamar Yani ialah buku harian dan rokok sang Jenderal.

Dua ruangan terakhir ialah ruang dokumentasi dan ruang pahlawan revolusi. Kedua ruangan itu masing-masing menyimpan koleksi foto dan pakaian. (ed: ilham tirta)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement