REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah anggota DPR RI mendesak pemerintah untuk menetapkan gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah sebagai bencana nasional. Namun, Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan tidak perlu ada penetapan bencana nasional karena penanganan sudah sesuai level tersebut.
Anggota Komisi I DPR Jazuli Juwaini menilai status bencana nasional akan membuat penanganan pascabencana gempa dan tsunami bisa cepat. "Saya dari Ketua Fraksi PKS dan anggota komisi 1 mengusulkan itu menjadi bencana nasional," ujar Jazuli di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/10).
Menurut Jazuli, penetapan bencana nasional juga berarti membuka bantuan dari luar Indonesia ke wilayah bencana. Ia menilai Indonesia memerlukan bantuan dari pihak luar.
Baca Juga: LIPI: Gempa dan Tsunami Palu Perlu Diteliti
Anggota DPR Komisi VIII bidang sosial dan kebencanaan Fraksi Partai Gerindra, Rahayu Saraswati mengaku heran dengan sikap pemerintah yang tidak menetapkan bencana di Sulawesi Tengah sebagai bencana nasional. Padahal, ia mengatakan, sudah jelas pemerintah daerah setempat kesulitan menangani dampak bencana tersebut.
“Pemerintahan ini terkesan alergi menetapkan bencana apapun sebagai bencana nasional. Ini kita lihat berulang kali seperti halnya gempa di Lombok," kata dia kepada Republika.co.id, Senin (1/10).
Menurut Sara, sapaannya, situasi pascagempa di Sulteng sudah begitu parah karena masyarakat di sana sangat terlihat kepanikannya. Mereka juga tidak mengetahui secara pasti kapan bantuan akan diterima, terutama kebutuhan mendasar untuk para korban.
Dampaknya, lanjut Sara, warga pun terpaksa menjarah berbagai barang di beberapa lokasi. Dia mengingatkan, penjarahan merupakan bentuk tindakan ilegal sehingga seharusnya pemerintah tidak menunjukkan kesan pembiaran. Justru, pemerintah harus segera menjamin kebutuhan warga.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodiq Mudjahid menilai ketakutan pemerintah terhadap penetapan status tersebut terhadap lemahnya sektor pariwisata sangat lemah. "Saya katakan Bali waktu ada bom itu pulih kok wisata dalam waktu singkat,” kata dia.
Infografis Gempa Palu
Pemerintah sudah menyatakan tidak akan menetapkan gempa dan tsunami yang melanda Palu dan wilayah Sulawesi Tengah sebagai bencana nasional. Ia menegaskan, penanganan bencana sudah sangat baik, baik dari TNI, Basarnas, maupun semua yang terlibat.
"Enggak perlu saya kira, penanganannya sudah lebih dari bencana nasional," kata Luhut, Senin.
Namun, pemerintah tetap akan menerima jika ada bantuan internasional yang masuk. Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka masuknya bantuan internasional untuk para korban bencana di Sulawesi Tengah.
Menurut Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi, hal ini disampaikan Presiden kepada Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Menurut Johan, masuknya bantuan asing untuk para korban gempa dan tsunami akan dikoordinasikan oleh Menkopolhukam Wiranto.
Baca Juga: Malaysia Kirim Tim Ahli Bencana ke Palu
Wiranto menjelaskan, sudah ada 18 negara yang menawarkan bantuan kepada pemerintah Indonesia untuk menanggulangi gempa dan tsunami di Sulteng. Negara-negara tersebut di antaranya Amerika Serikat, Perancis, Ceko, Swiss, Norwegia, Hungaria, Turki, Uni Eropa, Australia, Korea Selatan, Arab Saudi, Qatar, Selandia Baru, Singapura, Thailand, Jepang, India, dan Cina.
"Juga, termasuk UNDP dan kelompok organisasi internasional ASEAN juga sudah menawarkan," kata dia.
Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita memastikan bantuan dari luar negeri bukanlah bantuan relawan. "Kemungkinan-kemungkinan itu hanya barang ya, jadi tidak mereka (relawan asing) masuk ke Indonesia apalagi ke lokasi," katad dia.
Agus mengatakan bantuan logistik tersebut akan dikoordinasi oleh Wiranto. "Jadi kemungkinan besar kita terima dan nanti kita sendiri yang akan mendistribusiikan bantuan-bantuan itu," kata Agus.
Wiranto sudah menerangkan bantuan yang dibutuhkan oleh Indonesia, yakni alat angkut udara, tenda, alat pemrosesan air atau water treatment, genset, rumah sakit kapangan dan tenaga medik, serta alat fogging untuk netralisir jenazah.
Gempa berkekuatan 7,4 SR mengguncang Palu, Donggala, dan sekitarnya pada Jumat (28/9) pekan lalu. Gempa ini memicu terjadinya bencana lain, yakni tsunami setinggi enam meter dan longsor di sejumlah wilayah.
BNPB juga mencatat empat wilayah terjadi likuifaksi (pencairan tanah) akibat gempa, di antaranya Kelurahan Petobo, Jalan Dewi Sartika di Palu Selatan, Biromaru (Sigi), dan Desa Sidera (Sigi). Selain itu, Perumnas Balaroa di Kota Palu hilang ditelan amblesan tanah.
Memasuki hari ketiga pascagempa, sejumlah akses masih terputus. Kondisi ini memunculkan kepanikan di Palu. Sejumlah warga mengambil bahan kebutuhan pokok di toko-toko di wilayah terdampak gempa.
Tidak hanya itu, ribuan warga Palu juga berniat meninggalkan wilayah tersebut. Setidaknya tiga ribu hingga lima ribu warga Palu mendatangi Bandara Mutiara Mutiara Sis Al Jufri, Kota Palu, Sulawesi Tengah, untuk terbang menggunakan hercules.
Baca Juga: Gempa Palu Buat NTB Siapkan Upaya Rehabilitasi
Hingga hari ini pukul 13.00 WIB, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat 844 korban meninggal dunia. Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho juga menyatakan ada 114 warga negara asing yang terdampak gempa.
BNPB juga memperkirakan kerugian dan kerusakan akibat gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah (Sulteng) lebih dari Rp 10 triliun. Sampai saat ini, Sutopo mengaku belum menerima informasi mengenai dana yang sudah dan akan dikeluarkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Namun, untuk kebutuhan logistik dan operasional di lapangan, BNPB masih memiliki dana siap pakai sekitar Rp 560 miliar. "Dana siap pakai kita belum menghitung yang sudah digunakan. Untuk penanganan darurat, kita perlu dana besar," kata dia.
Saat ini, BNPB sudah menetapkan enam prioritas untuk memudahkan penanganan pascagempa dan tsunami yang terjadi di Sulawesi Tengah, Jumat (28/9). Pertama, melanjutkan evakuasi pencarian dan penyelamatan.
Kedua, melakukan pemakaman jenazah yang sudah diidentifikasi cepat dengan mengambil gambar wajah dan ciri-ciri tubuh korban. Ketiga, percepatan pemulihan jaringan listrik.
Keempat, percepatan pengadaan BBM untuk genset rumah sakit dan operator seluler. Kelima, distribusi logistik kepada pengungsi. Keenam, mempercepat perbaikan jaringan komunikasi.