Senin 01 Oct 2018 15:28 WIB

Kapolri: Bukan Penjarahan, Mereka Itu Lapar

Kapolri mengatakan, persoalan utama di Sulteng, yakni makanan dan BBM.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Kapolri Jenderal Tito Karnavian
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Kapolri Jenderal Tito Karnavian

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian mengatakan, warga yang terdampak gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah panik karena takut kekurangan logistik. Menurut Tito, logistik seperti makanan dan bahan bakar minyak (BBM) memang menjadi persoalan utama di Sulteng.

"Bukan penjarahan. Mereka itu lapar,” kata Tito di kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, di Gambir, Jakarta Pusat, Senin (1/10).

Untuk menangani kepanikan itu, kebutuhan logistik sudah mulai dikirim dan para pimpinan kementerian lembaga terkait juga sudah berada di sana. Dia menjelaskan, BBM sudah mulai dikirim hari ini dan direktur utama Pertamina sudah berada di lokasi bencana untuk melakukan koordinasi langsung. 

photo
Korban gempa di Desa Gumantar, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara, menjual hasil bumi untuk disumbangkan kepada warga terdampak gempa di Palu dan Donggala. (Dok. Kagama Center)

Selain dirut Pertamina, ada pula dirut BUMN terkait lainnya. "Sehingga, kami harapkan pelabuhan sudah bisa normal secepat mungkin, listrik bisa normal. Kalau itu semua normal, maka logistik akan masuk, masyarakat akan tenang," tutur dia.

Tito mengatakan, Polri juga akan meningkatkan pengamanan. Namun, ia menegaskan, pengamanan tersebut bukan berarti kepolisian melakukan kekerasan kepada masyarakat. “Tetap kami imbau mereka untuk mengindahkan hukum,” kata dia.

Baca Juga: Polri Imbau Pengiriman Bantuan Dikoordinasikan dengan Aparat

Tito menambahkan, Polri juga berencana mengirimkan sekitar 1.500-2.000 personel tambahan. Saat ini, aparat keamanan dari kepolisian yang sudah masuk ke wilayah Palu dan sekitarnya kurang lebih 400 personel dari Brimob.

Tito merasa penambahan personel masih perlu dilakukan untuk melakukan pengamanan di wilayah Palu. Ia melihat, daerah Palu relatif tertutup. Terlebih, melihat kondisi saat ini di mana beberapa jalur menuju ke Palu tertutup karena longsor.

"Ini ada beberapa jalur yang longsor kan. Sedangkan, udara hanya bisa dimanfaatkan yang 2.000 meter saja (landasan udaranya)," kata Tito.

photo
Anggota Basarnas mengevakuasi jenazah korban gempa di Petabo, Palu Selatan, Sulawesi Tengah, Senin (1/10). (Antara)

Bandara, kata dia, memang sudah dibuka untuk penerbangan komersial. Namun, pesawat yang bisa digunakan hanyalah pesawat yang bisa mendarat di landasan udara sepanjang 2.000 meter. 

Ia menambahkan, saat ini penerbangan di sana masih diutamakan untuk bantuan kemanusiaan. "Diutamakan memang untuk membantu dukungan kemanusiaan semua, logistik, pasukan, makanan, dan lainnya. Sambil membawa yang sakit untuk dievakuasi ke Makassar dan Balik Papan," ungkap dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement